Volume 1 Nomor 001, Oktober 2009, ISSN 2085-9716
MENINGKATKAN KUALITAS AKTIVITAS BELAJAR, KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS, DAN PEMAHAMAN KONSEP BIOLOGI SISWA KELAS X-5 SMA NEGERI 1 BANJAR MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH *)
Oleh
Gede Putra Adnyana **)
ABSTRAK
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk 1) meningkatkan aktivitas belajar siswa, 2) meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa, 3) meningkatkan pemahaman konsep Biologi siswa, dan 4) mengetahui pendapat siswa terhadap penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran Biologi. Subjek penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Banjar kelas X-5 yang berjumlah 38 orang pada semester ke-1 tahun pelajaran 2007/2008. Objek penelitiannya adalah 1) aktivitas belajar, 2) keterampilan berpikir kritis, 3) pemahaman konsep Biologi, dan 4) pendapat siswa terhadap model pembelajaran yang diimplementasikan. Data tentang aktivitas belajar dikumpulkan dengan metode observasi, keterampilan berpikir kritis dan pemahaman konsep siswa dengan metode tes, sedangkan pendapat siswa dengan metode kuesioner. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan dideskripsikan secara naratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran Biologi, dapat meningkatkan: 1) aktivitas belajar siswa, 2) keterampilan berpikir kritis siswa, dan 3) pemahaman konsep Biologi siswa, serta 4) siswa memberikan respon positif terhadap model pembelajaran yang diterapkan. Aktivitas belajar siswa meningkat dari berkualifikasi cukup pada siklus I menjadi baik pada siklus II. Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa terjadi pada keterampilan merumuskan masalah, memberikan argumentasi, melakukan induksi, dan memberikan penilaian. Pemahaman konsep biologi siswa dapat dilihat dari peningkatan rerata nilai, di mana pada siklus I sebesar 6,03 menjadi 6,49 pada siklus II. Siswa memberikan respon positif terhadap penerapan model pembelajaran, dimana terdapat 77,98 % siswa yang menyatakan setuju, 18,28% ragu-ragu, dan hanya 3,74% tidak setuju.
Kata kunci: model pembelajaran berbasis masalah, aktivitas belajar, keterampilan berpikir kritis, pemahaman konsep biologi
*) Juara I, LKTI Guru Se-Bali, Dies Natalis II Undiksha Singaraja, 8 Mei 2008
**) Guru SMAN 1 Banjar, Buleleng, Bali
IMPROVING QUALITY OF LEARNING ACTIVITIES, CRITICAL THINKING SKILL, AND UNDERSTANDING OF BIOLOGICAL CONCEPT OF THE STUDENT OF CLASS X-5 SMA NEGERI 1 BANJAR THROUGH APPLYING PROBLEM BASED LEARNING MODEL
By
Gede Putra Adnyana
ABSTRACT
This research as classroom action research which aim to 1) improving student activities learning, 2) improving critical thinking skill, 3) improving the understanding of Biological concept of student, and 4) knowing student opinion to applying problem base learning model on the biologi learning. This subjects of the research were class X-5, SMA Negeri 1 Banjar at semester 1 in academic year 2007/2008. This objects of the research were learning activities, critical thinking skill, understanding of Biological concept of student, and opinion of student toward implementation this learning model. The result shows that applying problem base leraning model on the biologi learning, can improving student activities learning, improving critical thinking skill of student, improving the understanding of Biological concept of student, and students responed the learning positively.
Key words: problem based learning, activities, critical thinking skill, understanding of biological concept
1. PENDAHULUAN
Mata pelajaran Biologi pada sekolah menengah atas (SMA) diajarkan untuk membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diterapkan berbagai pendekatan, antara lain pendekatan induktif dalam bentuk proses inkuiri ilmiah pada tataran inkuiri terbuka. Proses inkuiri ilmiah bertujuan menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah, serta berkomunikasi ilmiah sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran Biologi dilaksanakan dengan menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (BSNP, 2006).
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran Biologi yang dilakukan lebih dominan kepada aspek pengetahuan dan pemahaman konsep. Akibatnya, keterampilan berpikir kritis di kalangan siswa tidak dapat bertumbuh kembang sesuai dengan harapan. Berpikir kritis adalah kemampuan memberi alasan secara terorganisasi dan mengevaluasi kualitas suatu alasan secara sistematis. Ennis dalam Costa (1985), menyebutkan ada lima aspek berpikir kritis, yaitu a) memberi penjelasan dasar (klarifikasi), b) membangun keterampilan dasar, c) menyimpulkan, d) memberi penjelasan lanjut, dan e) mengatur strategi dan taktik (Sudria, 2004). Lebih lanjut Arnyana (2004), mengemukakan terdapat enam variabel kemampuan berpikir kritis yang perlu dicermati pada siswa SMA, yaitu 1) kemampuan merumuskan masalah, 2) kemampuan memberikan argumentasi, 3) kemampuan melakukan deduksi, 4) kemampuan melakukan induksi, 5) kemampuan melakukan evaluasi, dan 6) kemampuan memutuskan dan melaksanakan. Sedangkan Beyer menyebutkan bahwa keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan untuk 1) menentukan kredibilitas suatu sumber, 2) membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan, 3) membedakan fakta dari penilaian, 4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan, 5) mengidentifikasi bias yang ada, 6) mengidentifikasi sudut pandang, dan 7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan (Hassoubah, 2007: 92). Berdasarkan hal tersebut di atas, berpikir kritis adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi yang berpotensi meningkatkan daya analitis kritis siswa dan memperkuat pemahaman konsep siswa di pihak lain.
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak siswa yang mengalami kesulitan mempelajari Biologi. Kesulitan belajar ini berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap minat dan motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran Biologi. Akibatnya, guru mengalami banyak kesulitan untuk memusatkan perhatian siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini menyebabkan minat dan motivasi siswa untuk mempelajari ilmu Biologi rendah yang berakibat kepada rendahnya kualitas proses dan hasil belajara siswa.
Hasil belajar siswa yang rendah pada mata pelajaran Biologi, juga terjadi pada siswa SMA Negeri 1 Banjar. Hal ini dapat dilihat dari rerata nilai ujian akhir semester (UAS) semester 1 dan 2 tahun pelajaran 2006/2007, seperti disajikan dalam tabel berikut:
No | Kelas | Semester 1 | Semester 2 | Rerata Nilai UAS |
1 | X-1 | 61,13 | 61,67 | 61,40 |
2 | X-2 | 52,68 | 61,89 | 57,29 |
3 | X-3 | 48,00 | 60,17 | 54,09 |
4 | X-4 | 59,41 | 59,00 | 59,21 |
5 | X-5 | 51,83 | 61,70 | 56,77 |
Rerata | 54,61 | 60,89 | 57,75 |
Jika dibandingkan dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM), yaitu 63 maka rerata hasil US dan UAS tersebut jauh di bawah KKM yang telah ditetapkan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil ujian sekolah dan ujian akhir semester ini, diantaranya kualitas masukan dan proses kegiatan belajar mengajar. Namun demikian, hasil ini dapat dijadikan indikator bahwa hasil belajar Biologi siswa SMA Negeri 1 Banjar relatif masih rendah.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dirancang pembelajaran yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran Biologi, sehingga mampu menumbuhkembangkan keterampilan berpikir kritis disatu pihak dan pemahaman konsep siswa di pihak lain. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pembelajaran Biologi yang sesuai dengan karakteristik (ciri) ilmu Biologi, yaitu 1) pembelajaran Biologi harus menarik, 2) mengikuti hirarki peningkatan konsep dengan contoh sehari-hari agar persyaratan prior knowledge pada konstruktivisme dipenuhi, 3) dapat digunakan untuk memahami berita-berita mutakhir tentang iptek dengan Biologi dalam media masa, 4) melibatkan siswa secara aktif selama pembelajaran sehingga menyeimbangkan antara proses dan content, 5) merangsang rasa ingin tahu untuk mencari dan belajar sendiri, 6) menekankan pada pengertian dan bukan ingatan atau hafalan, 7) harus terpadu, seperti Biokimia, Biogeokimia, dan Biometri, 8) materi ajar Biologi harus lengkap, ekstensif dan menyeluruh, dan 9) bentuk asesmen disesuaikan dengan bahan ajar dan lebih berorientasi pada pemecahan masalah terpadau (Depdiknas, 2000: 50).
Pembelajaran yang kreatif dan inovatif tersebut hendaknya sinergis dengan paradigma baru dalam dunia pendidikan yang berorientasi pencapaian kompetensi. Dalam hal ini, tanggung jawab belajar berada pada diri siswa, tetapi guru tetap bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat (Depdiknas, 2002). Oleh karena itu peranan guru lebih bertindak sebagai mediator, fasilitator, dan motivator. Pembelajaran yang dirancang tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolahnya, sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan kontekstual, artinya menyentuh langsung dalam kehidupan nyata sehari-hari. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran berbasis masalah (problem base learning). Pembelajaran berbasis masalah adalah alternatif model pembelajaran inovatif yang dikembangkan berlandaskan paradigma konstruktivistik. Esensi dari model pembelajaran tersebut adalah adanya reorientasi pembelajaran dari semula berpusat pada pengajar menjadi berpusat pada pebelajar. Model pembelajaran berbasis masalah memberikan peluang pemberdayaan potensi berpikir pebelajar dalam aktivitas-aktivitas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dalam konteks kehidupan dunia nyata yang kompleks.
Model pembelajaran berbasis masalah (problem base learning), dilaksanakan dengan lima langkah (fase) pembelajaran, yaitu: (1) mengarahkan siswa pada masalah (orient students to the problem) (2) mengorganisasi siswa dalam belajar (organize students for study), (3) membimbing secara individual maupun kelompok melakukan penyelidikan (assist independent and group investigation), (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya (develop and present artifacts and exhibits), dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (analyze and evaluate the problem-solving process) (Arends, 2004: 406). Untuk mendukung efektivitas pembelajaran berbasis masalah, maka dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar. Oleh karena itu guru dapat menggunakan berbagai sumber belajar, misalnya dari berita di surat kabar, majalah, radio, televisi, internet, dan dari lingkungan sekitar (Binadja, 1998 dalam Citrawathi, 2003).
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: (1) Apakah Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Biologi? (2) Apakah Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran Biologi? (3) Apakah Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran Biologi? dan (3) Bagaimana pendapat siswa terhadap penerapan model pembelajaran Biologi Berbasis Masalah?
Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini, yaitu: (1) Meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran Biologi melalui implementasi model pembelajaran berbasis masalah; (2) Meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada pembelajaran Biologi melalui implementasi model pembelajaran berbasis masalah; (3) Meningkatkan pemahaman konsep siswa pada pembelajaran Biologi melalui implementasi model pembelajaran berbasis masalah; dan (4) Mengetahui pendapat siswa terhadap implementasi model pembelajaran Biologi berbasis masalah.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: (1) Memberikan informasi kepada guru sains pada umumnya dan guru Biologi khususnya, mengenai model pembelajaran Biologi berbasis masalah, sehingga dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi di sekolahnya; (2) Memberikan sumbangan pemikiran tentang implementasi model pembelajaran berbasis masalah, sehingga dapat diimplementasikan atau dikembangkan dalam KBM dalam rangka meningkatkan kualitias proses dan hasil belajar; (3) Memberikan kontribusi yang positif terhadap perkembangan kreativitas pembelajaran Biologi dan dapat dijadikan acuan bagi pelaksanaan penelitian-penelitian yang relevan.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan pada SMA Negeri 1 Banjar, Buleleng, Bali , semester ke-1 tahun pelajaran 2007/2008. Penelitian ini dilaksanakan untuk standar kompetensi, yaitu memahami prinsip-prinsip pengelompokan makhluk hidup. Sedangkan kompetensi dasar yang dijadikan kajian penelitian, yaitu 1) mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peran virus dalam kehidupan dan 2) mendeskripsikan ciri-ciri Archaebacteria dan Eubacteria dan peranannya bagi kehidupan.
Subjek penelitiannya adalah siswa kelas X-5 yang berjumlah 38 orang dengan rincian laki-laki 22 orang dan perempuan 16 orang. Sedangkan objek penelitiannya adalah aktivitas belajar, keterampilan berpikir kritis, pemahaman konsep biologi siswa, dan pendapat siswa akibat penerapan pembelajaran berbasis masalah.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, dan masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu 1) perencanaan, 2) pelaksanaan tindakan, 3) observasi dan evaluasi tindakan, dan 4) refleksi. Siklus I dilaksanakan materi pokok tentang Virus, sedangkan siklus II diterapkan pada materi pokok Archaebacteria dan Eubacteria. Untuk siklus I dirancang dalam 4 Jam pelajaran (2 kali tatap muka), sedangkan siklus II dilaksanakan untuk 6 jam pelajaran (3 kali tatap muka). Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dari bulan September tahun 2007 sampai dengan Oktober tahun 2007.
Langkah-langkah dalam perencanaan adalah 1) mengkaji materi pokok, mempersiapkan silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran, dan lembar kegiatan siswa, 2) mempersiapkan dan mengkaji format-format observasi dan evaluasi yang terdiri dari pretest dan tes akhir pembelajaran, kuis, lembar observasi, dan angket, dan 3) mengkaji indikator untuk menentukan keberhasilan tindakan yang dilaksanakan, seperti daya serap siswa dan ketuntasan belajar.
Pelaksanaan tindakan pada prinsipnya merupakan realisasi dari suatu tindakan yang sudah direncanakan. Langkah pembelajaran menggunakan sintaks pembelajaran berbasis masalah, seperti disajikan pada tabel berikut:
TAHAP | TINGKAH LAKU GURU |
Tahap 1 Orientasi siswa pada masalah | Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Guru mendiskusikan rubrik asesmen yang akan digunakan dalam menilai kegiatan/ hasil karya siswa |
Tahap 2 Mengorganisasi siswa untuk belajar | Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut |
Tahap 3 Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok | Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah |
Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya | Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya |
Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah | Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan |
(Arends, 2004: 406)
Selama pembelajaran berlangsung, peneliti melakukan observasi terhadap strategi pembelajaran yang diterapkan dan melakukan perekaman terhadap proses belajar mengajar yang berlangsung. Variabel-variabel yang diamati sesuai dengan objek penelitian, yaitu aktivitas siswa belajar siswa. Tes dilakukan terhadap keterampilan berpikir kritis dan pemahaman konsep siswa yang berupa peningkatan rerata hasil belajar antara tes awal dengan tes akhir disetiap siklus.
Berdasarkan observasi dan evaluasi pada siklus I, peneliti mengadakan refleksi untuk melihat seberapa besar keberhasilan dan kegagalan dalam penerapan model pembelajaran yang dirancang. Refleksi dilakukan terhadap aktivitas siswa belajar dan mencari faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan tindakan serta mencari solusi terhadap permasalahan tersebut. Disamping itu juga dilakukan refleksi terhadap pencapaian keterampilan berpikir kritis dan pemahaman konsep siswa, serta upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkannya. Pencermatan yang dilakukan pada penerapan siklus I dievaluasi dan diinterpretasi penyebabnya untuk selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam melakukan pemantapan pada siklus II.
Perencanaan yang dilakukan pada siklus II merupakan penyempurnaan terhadap kekurangan-kekurangan yang ditemukan pada siklus I. Materi pokok yang diterapkan pada siklus II adalah Archaebacteria dan Eubacteria yang dilaksanakan untuk tiga kali tatap muka (6 x 45 menit).
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes, pedoman observasi, dan angket pendapat siswa. Tes yang digunakan terdiri dari tes awal, tes akhir pembelajaran yang disusun dalam bentuk soal uraian untuk mengetahui pengetahuan awal dan kesiapan siswa terhadap materi pokok yang akan dibahas.
Pedoman observasi aktivitas siswa yang digunakan meliputi 8 parameter, yaitu 1) interaksi siswa, 2) keberanian siswa bertanya, 3) partisipasi siswa, 4) motivasi, ketekunan, dan antusiasme siswa, 5) kehadiran siswa, 6) hubungan sosial, 7) pemanfaatan guru, dan 8) efektivitas pemanfaatan waktu. Masing-masing parameter terdiri dari beberapa subparameter. Pedoman observasi aktivitas belajar siswa menggunakan tiga kriteria, yaitu baik (B), cukup (C), dan kurang (K), seperti tabel berikut:
Aktivitas belajar siswa berkatagori baik (B), jika lebih dari 75% siswa menunjukkan aktivitas yang diukur. Kualifikasi cukup (C), jika lebih dari 50% siswa menunjukkan aktivitas sesuai parameter yang diukur. Sedangkan kurang (K), jika kurang dari 50% siswa dalam kelas menunjukkan aktivitas seperti parameter yang diukur.
Untuk tes pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis menggunakan tes bentuk uraian dengan menggunakan permasalahan aktual, faktual, dan kontekstual. Tes pemahaman konsep meliputi jenjang kognitif aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Sedangkan tes keterampilan berpikir kritis meliputi keterampilan untuk merumuskan masalah, memberikan argumentasi, melakukan induksi dan induksi, serta melakukan penilaian.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari kualitas aktivitas siswa belajar, skor hasil belajar siswa, dan pendapat siswa terhadap penerapan pembelajaran biologi yang dikembangkan. Jenis data, metode dan instrumen yang digunakan pengumpulkan data pada penelitian ini, disajikan dalam tabel berikut:
No | Jenis Data | Metode | Instrumen |
1 | Aktivitas Siswa | Observasi | Pedoman Observasi/ tabel pengamatan |
2 | Keterampilan Berpikir Kritis siswa | Tes | Tes Keterampilan berpikir kritis |
2 | Hasil Belajar siswa | Tes | Tes hasil belajar |
3 | Pendapat Siswa | Kuisioner | Angket |
Dalam penelitian ini diperoleh dua jenis data, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitiatif berupa aktivtitas siswa belajar yang diperoleh dari hasil observasi dengan menggunakan format observasi. Data tentang aktivitas siswa dianalisis secara deskriptif dengan menarasikan kegiatan-kegiatan siswa selama pembelajaran.
Sedangkan data kuantitatif berupa skor tes keterampilan berpikir kritis, skor tes awal dan tes akhir pembelajaran untuk siklus I dan siklus II, serta pendapat siswa. Untuk skor keterampilan berpikir kritis, tes awal dan tes akhir pembelajaran, dianalisis secara deskriptif dengan mencari rerata, standar deviasi, ketuntasan belajar siswa. Sedangkan pendapat siswa terhadap penerapan model Pembelajaran biologi, yang diketahui dari angket, dianalisis dengan membandingkan jumlah skor pada pilihan setuju terhadap jumlah skor pada pilihan tidak setuju.
Kreteria keberhasilan peningkatan kualitas pembelajaran biologi, ditinjau dari aktivitas siswa belajar, hasil belajar siswa, dan pendapat siswa terhadap penerapan model pembelajaran. Indikator keberhasilan peningkatan kualitas aktivitas siswa dalam penelitian ini, yaitu jika lebih dari 6 (enam) parameter aktivitas berkatagori baik dan tidak ada dengan katagori kurang.
Data mengenai keterampilan berpikir kritis siswa dianalisis dengan cara mengkonversi nilai rata-rata dan simpangan baku masing-masing ke pedoman konversi nilai absolut skala lima. Hal ini, untuk menentukan tingkat kualifikasi keterampilan berpikir kritis siswa. Pedoman konversi tersebut disajikan pada tabel berikut:
| Keterangan |
Di atas M + 1,49 SD | Sangat tinggi |
M + 0,50 SD sampai dengan M + 1,49 SD | Tinggi |
M - 0,50 SD sampai dengan M + 0,49 SD | Sedang |
M - 1,50 SD sampai dengan M - 0,49 SD | Rendah |
Di bawah M - 1,50 SD | Sangat rendah |
Pemahaman konsep siswa dinyatakan berhasil, jika ketuntasan belajar lebih besar atau sama dengan 75% dengan rerata nilai minimal 6,30, sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan di sekolah. Sedangkan kreteria keberhasilan pendapat siswa adalah Persentase jumlah siswa yang memiliki pendapat positif (setuju) lebih besar dibandingkan dengan persentase jumlah siswa yang memiliki pendapat negatif (tidak setuju) terhadap model pembelajaran yang diterapkan.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil observasi pada siklus I dan siklus II terhadap aktivitas belajar siswa pada ke-8 parameter tersebut, disajikan dalam table berikut:
No | Indikator Aktivitas Belajar Siswa | Siklus I | Siklus II |
1 | Interaksi siswa selama KBM, meliput: | C | B |
2 | Keberanian siswa dalam bertanya/berpendapat: | C | B |
3 | Partisipasi siswa dalam mengerjakan tugas: | B | B |
4 | Motivasi, ketekunan, dan antusiasme: | C | B |
5 | Kehadiran siswa dalam KBM: | B | B |
6 | Hubungan Sosial: | C | B |
7 | Pemanfaatan peran dan fungsi guru oleh siswa: | C | B |
8 | Efektivitas pemanfaatan waktu: | C | B |
Hasil observasi pada siklus I dan siklus II terhadap keterampilan berpikir kritis siswa, disajikan dalam tabel berikut:
No | Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Siswa | Siklus I | Rerata skor | Siklus II | Rerata skor |
Skor | Kualifikasi | Skor | Kualifikasi | ||
1 | Merumuskan masalah | 1,24 | Sangat rendah | 2,32 | Sedang |
2 | Memberikan argumentasi | 2,00 | Sedang | 2,27 | Sedang |
3 | Melakukan induksi | 1,97 | Sedang | 2,22 | Sedang |
4 | Melakukan deduksi | 2,34 | Sedang | 2,22 | Sedang |
5 | Memberikan penilaian | 2,13 | Sedang | 2,57 | Tinggi |
Data mengenai pemahaman konsep siswa dikumpulkan dengan menggunakan tes pemahaman konsep, seperti disajikan dalam tabel berikut :
KETERANGAN | Siklus I | Siklus II |
Rerata | 6,03 | 6,49 |
Standar Deviasi | 1,43 | 1,66 |
Nilai Tertinggi | 9,23 | 9,71 |
Nilai Terendah | 1,85 | 3,14 |
Siswa yang skornya ≥ 6,00 (%) | 57,89 | 64,86 |
Siswa yang skornya ≥ 8,00 (%) | 10,53 | 24,32 |
Berdasarkan hasil penyebaran angket tentang pendapat siswa terhadap penerapan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan lembar kerja siswa kontekstual, maka didapatkan data seperti disajikan dalam tabel berikut ini:
Jml Siswa | Persentase (%) | ||||
S | R | TS | S | R | TS |
635 | 59 | 28 | 87.95% | 8.17% | 3.88% |
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah, mendapat respon yang postif dari siswa. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas belajar siswa, keterampilan berpikir kritis, dan pemahaman konsep siswa yang cendrung mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Aktivitas siswa belajar pada siklus I, belum berlangsung dengan baik, sehingga masih perlu ditingkatkan. Pada siklus I, siswa yang bertanya maupun menjawab pertanyaan masih sedikit dan didominasi oleh siswa yang pintar saja. Suasana kelas terlihat tegang sehingga hubungan siswa dengan siswa dan siswa dengan guru terkesan kaku. Hal ini, karena siswa kelas X relatif belum mengenal teman sekelas dan gurunya. Beberapa umpan balik guru belum mendapatkan tanggapan yang memuaskan.
Aktivitas belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan dibandingkan siklus I. Interaksi belajar siswa sangat dinamis dan kerjasama antar siswa baik dalam kelompok maupun antar kelompok berlangsung dengan baik. Jumlah siswa yang berani bertanya meningkat serta mulai ada siswa yang menanggapi pertanyaan dari siswa atau guru. Bahkan ada kecendrungan pertanyaan yang diajukan mengarah kepada kehidupan nyata sehari-hari (kontekstual). Kondisi berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis terutama pada aspek merumuskan masalah serta menilai suatu fenomena. Peningkatan tersebut secara langsung maupun tidak langsung berdampak terhadap kemampuan intelektual siswa.
Hal ini terjadi karena beberapa faktor, yaitu 1) siswa telah mempunyai pengalaman mengikuti pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada siklus I sehingga siswa sudah mampu beradaptasi dengan suasana pembelajaran, 2) adanya informasi mengenai penjelasan teknis serta kelemahan-kelemahan siswa dalam mengikuti pembelajaran oleh guru, menyebabkan siswa menerapkan strategi tertentu sebagai bentuk antisipasi, 3) penyampaian hasil belajar siswa baik secara individual maupun kelompok, menimbulkan rasa jengah, untuk berkompetisi dalam memperoleh hasil belajar yang lebih baik, dan 4) pemanfaatan sumber belajar yang lebih variatif, seperti software pembelajaran, perpustakaan, puskesma, dan nara sumber lainnya yang relevan, meningkatkan motivasi dan keingintahuan siswa untuk mengikuti Pembelajaran.
Keterampilan berpikir kritis yang ditunjukkan dari lima indikator, yaitu keterampilan merumuskan masalah, memberikan argumentasi, melakukan induksi, melakukan deduksi, dan memberikan penilaian, pada siklus I secara umum berkatagori sedang. Bahkan keterampilan siswa untuk merumuskan masalah sangat rendah. Ini berarti, siswa belum mampu menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dan dikaji dengan kehidupan nyata sehari-hari. Ada beberapa ha yang menyebabkanhalini, diantaranya 1) kebiasaan belajar siswa ketika SMP yang cendrung untuk menghafalkan dan tidak untuk memahami, 2) minimnya kesempatan siswa untuk mengajukan permasalahan dalam pembelajaran, karena masih ada kecendrungan permasalahan datang dan diberikan oleh guru, dan 3) siswa relatif terkejut dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah, karena sebagian besar gejala atau fenomena yang dikaji tidak ditemukan dalam buku pendukung ataupun LKS. Hal ini menyebabkan keterampilan berpikir kritis siswa tidak berkembang sesuai denganharapan. Oleh karena itu penerapan model pembelajaran yang inovatif, kreatif, dan berpotensi untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis terus dikembangkan.
Namun demikian, pad siklus II mulai ada tanda-tanda perubahan dalam diri siswa kearah perbaikan. Hal ini, karena siswa mulai dapat beradaptasi dengan model pembelajaran dan adanya rasa jengah terhadap hasil belajarnya yang kurang memuaskan. Pada siklus II, terjadi peningkatan skor keterampilan berpikir kritis pada hampir semua indikator. Bahkan, keterampilan memberikan penilaian terhadap suatu gejala atau fenomena mencapai katagori baik. Ini berarti siswa mampu memberikan penilaian terhadap baik dan buruknya tindakan yang dilakukan berkaitan dengan suatu fenomena tertentu. Kondisi ini dapat dijadikan indicator, bahwa keterampilan berpikir kritis siswa dapat ditumbuhkembangkan dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran Biologi
Pemahaman konsep siswa pada siklus I tentang Virus berkatagori cukup dengan rerata nilai 6,03. Namun, hasil ini belum memenuhi kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sebesar 6,30 sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan di sekolah. Masih rendahnya perolehan skor pemahaman konsep siswa disebabkan beberapa faktor, diantaranya 1) jenis tes yang dikembangkan berada pada jenjang kognitif tinggi, sehingga siswa kesulitan dan kehabisan waktu untuk menyelesaiakannya, 2) siswa belum mempunyai pengalaman untuk menjawab soal uraian terbuka yang open ended, karena dicekoki oleh kebiasaan menjawab soal pilihan ganda, dan 3) pengetahuan awal siswa yang rendah, ini dapat dilihat dari rerata nilai IPA siswa pada ujian nasional di SMP. Rendahnya pengetahuan awal siswa merupakan salah satu faktor yang menentukan aktivitas, keterampilan berpikir kritis, dan pemahaman konsep siswa. Dengan demikian pengetahuan awal merupakan informasi sebagai bahan refleksi bagi guru untuk merencanakan strategi pembelajaran. Hal ini karena salah satu indikator kualitas proses pembelajaran adalah mengaitkan pengetahuan awal yang dimiliki siswa dengan bahan kajian yang akan dibahas (Depdiknas, 2002).
Akibat pengetahuan awal siswa yang masih rendah maka perlu direncanakan pembelajaran yang memberikan pengalaman konkrit kepada siswa. Salah satu diantaranya adalah dengan menerapakan model pembelajaran berbasis masalah. Masalah yang dipecahkan adalah masalah yang sering ditemukan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Melalui penerapan model pembelajaran ini, siswa dapat mengikuti prosedur pembelajaran yang bermakna, dan mengandung langkah-langkah mengamati, melakukan, dan menginterpretasi data hasil pengamatan. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Edgar Dale bahwa pengalaman belajar yang paling tinggi tingkatannya adalah pengalaman belajar konkret. Sedangkan yang paling rendah adalah pengalaman belajar abstrak (Ali, Muhammad, 2000: 89).
Pemahaman konsep siswa pada siklus II cendrung mengalami peningkatan dibandingkan siklus I. Rerata skor pemahaman konsep pada silkus II mencapai 6,49, dengan ketuntasan belajar mencapai 64,86 86%. Sedangkan jumlah siswa dengan skor ≥ 80 sebanyak 24,32 %. Walaupun belum mencapai ketuntasan belajar yang telah ditetapkan, namun pencapaian rerata skor pemahaman konsep telah melewati KKM.
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran Biologi, secara umum direspon positif oleh siswa. Hal ini terlihat dari kesungguhan dan kehadiran siswa mengikuti pembelajaran. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah mampu meningkatkan motivasi dan minat siswa untuk belajar lebih baik. Ini sesuai dengan pendapat Jordan E Ayan yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran, cara dan gaya baru yang disajikan kepada siswa, pada umumnya menimbulkan rasa ingin tahu siswa. Rasa ingin tahu mendorong seseorang untuk menyelidiki bidang baru atau mencari cara mengerjakan sesuatu dengan lebih baik (Ayan, Jordan E, 2002).
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah juga dapat mengoptimalkan pengalaman belajar, seperti pengalaman mengamati, mencatat data, dan melakukan kajian literatur, dan mengkomunikasikan pengetahuan. Keadaan ini mendorong aksi dan refleksi pada siswa, untuk segera tanggap dengan situasi pembelajaran yang baru. Pembelajaran yang melibatkan seluruh indera akan lebih bermakna dibandingkan dengan satu indera saja (Dryden, G. dan Vos, J., 2002).
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: (1) Pembelajaran Biologi dengan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa; (2) Pembelajaran Biologi dengan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa; (3) Pembelajaran Biologi dengan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa; dan (4) Sebagian besar siswa memberikan pendapat yang positif terhadap pembelajaran Biologi dengan model pembelajaran berbasis masalah.
Dari hasil penelitian tindakan kelas ini dapat diajukan beberapa rekomendasi, diantaranya (1) Pembelajaran Biologi dengan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, keterampilan berpikir kritis, dan pemahaman kosnep siswa sehingga disarankan agar guru-guru dapat menerapkan dan mengembangkannya sesuai dengan situasi dan kondisi di sekolah; (2) Dalam merancang model pembelajaran Biologi dengan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran Biologi, disarankan agar materi, alat, dan bahan yang dijadikan sebagai pendukung KBM faktual, aktual mudah didapat, murah, dan ada di lingkungan siswa atau sekolah sehingga pembelajaran menjadi konkrit, aplikatif, dan kontekstual, dan (3) Disarankan kepada guru-guru pada umumnya, dan guru sains khususnya, agar terus melakukan inovasi model pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad H. 2000. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Cetakan ke-10. Bandung: PT Sinar Baru Algensindo |
Arends, Richard I. 2004. Learning To Teach. Sixth Edition. |
Arnyana, Ida Bagus Putu. 2004. Pengembangan Perangkat Model Belajar Berdasarkan Masalah Dipandu Strategi Kooperatif Serta Pengaruh Implementasinya Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas pada Pelajaran Ekosistem. (Disertasi). Universitas Negeri |
Ayan, Jordan E. 2002. Bengkel Kreativitas: 10 Cara Menemukan Ide-ide Pamungkas. Penerjemah Ibnu Setiawan. Aha!: 10 Ways to Free Your Creative Spirit and Find Your Great Ideas Bibliografi. 1997. |
BSNP. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Untuk SMA/MA Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta |
Citrawathi, Desak Made. 2003. Penerapan Suplemen Bahan Ajar Berwawasan Sains-Teknologi-Masyarakat Dengan Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Biologi Untuk Meningkatkan Literasi Sains Dan Teknologi Siswa SMUN 1 Singaraja (JPP No. 2 TH. XXXVI April 2003). IKIP Negeri Singaraja |
Costa, Arthur L. (ed). 1988. Developing Minds: A Resource Book For Teaching Thinking. |
Depdiknas. 2000. Panduan Kurikulum Metode Alternatif Belajar/Mengajar Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Direktorat Dikmenum |
Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur, Balitbang Depdiknas |
Dryden, Gordon. dan J. Vos. 2002. Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution): Belajar Akan Efektif Kalau Anda Dalam Keadaan “Fun” Bagian I dan II: Keajaiban Pikiran. Penerjemah Ahmad Baiquni. The Learning Revolution: to Change the Way the World Learns. 1999. Bandung: Kaifa |
Hassoubah, Zaleha Izhab. 2007. Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis: Disertai Ilustrasi dan Latihan. Terjemahan Bambang Suryadi. Developing Creative & Critical Thinking Skills: A Handbook for Students. 2002. |
Sudria, I.B.N. 2004. Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Sains Aspek Biologi Berbasis Kompetensi (Makalah disajikan pada Seminar Lokakarya FPMIPA di IKIP Negeri Singaraja), Singaraja, 27 November 2004 |