~ Pembelajaran Biologi dengan Model STAD | | PENELITIAN TINDAKAN KELAS MENINGKATKAN KUALITAS AKTIVITAS BELAJAR, KOMPETENSI KERJA ILMIAH, DAN PEMAHAMAN KONSEP BIOLOGI MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD BERBANTUAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS GAMBAR PADA SISWA KELAS XI PROGRAM ILMU ALAM SMA NEGERI 1 BANJAR TAHUN PELAJARAN 2006/2007 Oleh Gede Putra Adnyana, S.Pd. NIP. 131944305 Ditulis Untuk Mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Guru SMA/SMK Se-Bali Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Pendidikan Ganesha Tahun 2007 DESA BANYUATIS, KEC. BANJAR, KAB. BULELENG SMA NEGERI 1 BANJAR 2007 HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Mengetahui, Banyuatis, Kepala SMAN 1 Banjar, Peneliti, Drs. I Dewa Ketut Ngurah Gede Putra Adnyana, S.Pd. NIP.130518534 NIP. 131944305 IMPROVING QUALITY OF LEARNING ACTIVITIES, SCIENTIFIC WORK COMPETENCES, AND UNDERSTANDING OF BIOLOGI CONCEPT THROUGH APPLYING THE STUDENTS WORKSHEET BASE ON PICTURE AIDED COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE OF STAD OF THE STUDENT OF CLASS XI ILMU ALAM SMA NEGERI 1 BANJAR IN ACADEMIC YEAR 2006/2007. By Gede Putra Adnyana, S.Pd. ( Teacher of SMA Negeri 1 Banjar at Banyuatis, Buleleng, Bali ) ABSTRAK This research as classroom action research which aim to 1) improving student activities learning, 2) improving scientific work competences of student 3) improving the understanding of student concept, and 4) knowing student opinion to applying the students worksheet base on picture aided cooperative learning model type of STAD on the biologi learning. This subjects of the research were class XI, Ilmu Alam SMA Negeri 1 Banjar at semester 2 in academic year 2006/2007. This objects of the research were learning activities, scientific work competences, understanding of student concept, and opinion of student toward implementation this learning model. The result shows that applying the students worksheet base on picture aided cooperative learning model type of STAD on the biologi learning, can improving student activities learning, improving scientific work competences of student, proving the understanding of student concept, and students responed the learning positively. Key Words: STAD, Aktivities, Scientific Work Competences, Understanding Of Concept MENINGKATKAN KUALITAS AKTIVITAS BELAJAR, KOMPETENSI KERJA ILMIAH, DAN PEMAHAMAN KONSEP BIOLOGI MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD BERBANTUAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS GAMBAR PADA SISWA KELAS XI PROGRAM ILMU ALAM SMA NEGERI 1 BANJAR TAHUN PELAJARAN 2006/2007 Oleh Gede Putra Adnyana, S.Pd. ( Guru SMA Negeri 1 Banjar di Banyuatis, Buleleng, ABSTRAKPenelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk 1) meningkatkan aktivitas belajar siswa, 2) meningkatkan kompetensi kerja ilmiah siswa, 3) meningkatkan pemahaman konsep siswa, dan 4) mengetahui pendapat siswa terhadap penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis Gambar pada mata pelajaran biologi. Subjek penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Banjar kelas XI Program Ilmu Alam semester 2 tahun pelajaran 2006/2007. Dan objek penelitiannya adalah 1) aktivitas belajar, 2) kompetensi kerja ilmiah, 3) pemahaman konsep siswa, dan 4) pendapat siswa terhadap model pembelajaran yang dikembangkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran Biologi dengan penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis Gambar dapat 1) meningkatkan aktivitas belajar siswa, 2) meningkatkan kompetensi kerja ilmiah siswa, dan 3) meningkatkan pemahaman konsep Biologi siswa. dan 4) meningkatkan respon positif siswa terhadap pembelajaran Biologi. Peningkatan pemahaman konsep biologi siswa dapat dilihat dari peningkatan rerata nilai hasil posttest, yaitu 60,53 pada siklus I menjadi 74,24 pada siklus II. Keberhasilan penerapan model pembelajaran juga dapat dilihat dari peningkatan ketuntasan belajar siswa, yaitu sebesar 52,63% pada siklus I menjadi 94,74% pada siklus II. Siswa memberikan respon positif terhadap penerapan model pembelajaran, dimana terdapat 77,98 siswa yang menyatakan setuju, 18,28% ragu-ragu, dan hanya 3,74% tidak setuju, jika pembelajaran Biologi menerapakan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis Gambar. Kata Kunci: STAD, Aktivitas, Kompetensi Kerja Ilmiah, Pemahaman Konsep KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata pelajaran Biologi diajarkan pada tingkat sekolah menengah atas (SMA) untuk membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diterapkan berbagai pendekatan, antara lain pendekatan induktif dalam bentuk proses inkuiri ilmiah pada tataran inkuiri terbuka. Proses inkuiri ilmiah bertujuan menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah, serta berkomunikasi ilmiah sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran Biologi menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (BSNP, 2006). Dengan demikian, secara umum kompetensi bahan kajian ilmu Biologi meliputi dua aspek, yaitu aspek pemahaman konsep dan penerapannya serta aspek kerja ilmiah. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran Biologi yang dilakukan oleh sebagian guru SMA lebih dominan kepada aspek pemahaman konsep sehingga cendrung mengabaikan aspek kerja ilmiah. Pendekatan pembelajaran yang diimplementasikan di kelas kurang menampakkan prosedur dan struktur kegiatan yang menunjang pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa aktif dan dibuat aktif. Hal ini karena, pada proses pembelajaran tidak menunjukkan tahap-tahap yang memungkinkan siswa memperoleh, mengenal, memahami, dan mengaplikasikan konsep secara bermakna. Kondisi situasi belajar yang dikembangkan guru tidak memungkinkan siswa aktif mencari, mengolah dalam rangka mengkonstruk pengetahuannya. Adanya asumsi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa tanpa memperhatikan konsepsi awal siswa yang miskonsepsi, menyebabkan guru merasa telah mengajar dengan baik namun siswanya tidak belajar. Ini berarti, bahwa pada diri siswa belum terjadi proses mengasimilasikan dan mengakomodasikan pengalaman-pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan prakonsepsi yang sudah dimiliki (Suparno, 1997). Akibatnya, kemampuan berpikir, bekerja ilmiah, dan kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata sehari-hari di kalangan para siswa tidak berkembang sesuai dengan harapan. Untuk itu, diperlukan pengembangan model pembelajaran yang dapat menyeimbangkan pencapaian kompetensi pemahaman konsep dan penerapannya di satu pihak serta kompetensi kerja ilmiah di pihak lain. Paling sedikit terdapat empat aspek kerja ilmiah, termasuk dalam pembelajaran Biologi, yaitu 1) penyelidikan atau penelitian, 2) berkomunikasi ilmiah, 3) pengembangan kreativitas dan pemecahan masalah, dan 4) sikap dan nilai ilmiah (Depdiknas, 2003: 3). Untuk mencapai keempat kompetensi pada aspek kerja ilmiah dan pemahaman konsep, maka perlu dikembangkan strategi pembelajaran yang efektif dan efisien, serta memperhatikan situasi dan kondisi sekolah. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mencapai aspek tersebut adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran di mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran (Jatmiko, 2004). Model Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik dan mengembangkan keterampilan siswa. Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Dalam hal ini siswa kelompok atas menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah. Di samping itu melalui pembelajaran kooperatif, juga dapat dimunculkan elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen tersebut, yaitu: 1) saling ketergantungan positif, 2) interaksi tatap muka, 3) akuntabilitas individual, dan 4) keterampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi atau keterampilan sosial (Abdurrahman & Bintoro (2000) dalam Nurhadi, 2005: 112). Oleh karena itu, penerapan model pembelajaran kooperatif, berpotensi untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelaajran melalui kegiatan diskusi atau kerja kelompok. Peningkatan keterlibatan ini selanjutnya berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Terdapat beberapa pilihan pendekatan dalam Model Pembelajaran Kooperatif, diantaranya 1) Student Teams Achievement Divisions (STAD), 2) Jigsaw, 3) Group Investigation (GI), 4) The Structral Approach, 5) Think Pair Share, dan 6) Numbered Heads Together (Arends, 2004: 361-366). Jenis Pembelajaran kooperatif yang cukup sederhana diimplementasikan dalam kelas tradisional adalah Tipe STAD. Pembelajaran kooperatif Tipe STAD dipandang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan Pembelajaran kooperatif. Informasi akademik baru yang disampaikan guru dapat secara verbal maupun tertulis. (Nurhadi, 2005: 116). Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan, terdapat kecendrungan siswa kurang tertarik dengan mata pelajaran Biologi. Hal ini karena materi Biologi ada yang bersifat sangat mikroskopis sampai sangat makroskopis. Disamping itu adanya istilah-istilah dalam Bahasa Latin, juga menambah kesan sulitnya belajar Biologi. Akibatnya, kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari materi Biologi. Kesulitan belajar ini berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap minat dan motivasi belajar siswa serta sikap terhadap mata pelajaran Biologi. Akibatnya, guru mengalami banyak kesulitan untuk memusatkan perhatian siswa dalam proses pembelajaran. Di lain pihak ada kecendrungan bahan ajar atau lembar kerja siswa yang disampaikan dan digunakan guru tidak mampu menumbuhkembangkan minat dan motivasi siswa belajar. Akibatnya, kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran relative rendah. Rendahnya hasil belajar Biologi siswa, juga terjadi pada siswa SMA Negeri 1 Banjar di Banyuatis, kecamatan Banjar, kabupaten Buleleng. Berdasarkan hasil telaah dokumentasi, didapatkan bahwa hasil belajar Biologi siswa SMA Negeri 1 Banjar, ditinjau dari hasil ujian sekolah tahun pelajaran 2003/2004, 2004/2005, dan 2005/2006, sebagai berikut:
Dari hasil telaah dokumnetasi tersebut, dapat dijelaskan bahwa ada kecendrungan terjadinya penurunan kualitas hasil belajar siswa. Hasil ujian sekolah ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya kualitas masukan (input) dan proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Namun demikian, hasil ujian sekolah ini, dapat dijadikan indikator bahwa hasil belajar Biologi siswa SMA Negeri 1 Banjar relatif masih rendah. Berdasarkan hasil observasi dan diskusi peneliti dengan guru-guru Biologi yang mengajar di SMA Negeri 1 Banjar, ditemukan bahwa beberapa hal yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran Biologi, antara lain 1) Pengetahuan awal siswa relatif rendah, sehingga ada beban psikologis bagi siswa untuk mempelajari ilmu Biologi, 2) Kemampuan awal siswa relatif rendah yang terlihat dari rendahnya rerata nilai hasil ujian akhir SMP kelompok MIPA, 3) Siswa relatif sulit memahami konsep yang bersifat mikroskopis, karena kemampuan analisisnya rata-rata relatif rendah, 4) Siswa tidak banyak mempersiapkan diri sebelum pembelajaran dimulai, walaupun materi yang akan dibahas sudah diinformasikan sebelumnya, 5) Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran sangat rendah, dan hanya didominasi oleh siswa pintar saja, dan 6) Siswa belum mampu menyelesaikan permasalahan yang berkaitan langsung dengan kehidupan nyata sehari-hari. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dirancang pembelajaran yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran Biologi, sehingga mampu menumbuhkembangkan kompetensi kerja ilmiah disatu pihak dan kompetensi pemahaman konsep di pihak lain. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pembelajaran, termasuk pembelajaran Biologi, antara lain 1) pembelajaran Biologi harus menarik, 2) mengikuti hirarki peningkatan konsep dengan contoh sehari-hari agar persyaratan prior knowledge pada konstruktivisme dipenuhi, 3) dapat digunakan untuk memahami berita-berita mutakhir tentang iptek dengan Biologi dalam media masa, 4) melibatkan siswa secara aktif selama pembelajaran sehingga menyeimbangkan antara proses dan content, 5) merangsang rasa ingin tahu untuk mencari dan belajar sendiri, 6) menekankan pada pengertian dan bukan ingatan atau hafalan, 7) harus terpadu, seperti bioBiologi, biogeoBiologi, biogeografi, 8) materi ajar Biologi harus lengkap, ekstensif dan menyeluruh, dan 9) bentuk asesmen disesuaikan dengan bahan ajar dan lebih berorientasi pada pemecahan masalah terpadau (Depdiknas, 2000: 50). Untuk mendukung terimplementasinya hal tersebut di atas, maka penerapan model pembelajaran yang didukung dengan media yang kreatif dan inovatif adalah keniscayaan. Pembelajaran yang kreatif dan inovatif tersebut hendaknya sinergis dengan paradigma baru dalam dunia pendidikan yang berorientasi pencapaian kompetensi. Dalam hal ini, tanggung jawab belajar berada pada diri siswa, tetapi guru tetap bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat (Depdiknas, 2002). Oleh karena itu peranan guru lebih bertindak sebagai mediator, fasilitator, dan motivator. Pembelajaran yang dirancang tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolahnya, sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan kontekstual, artinya menyentuh langsung dalam kehidupan nyata sehari-hari. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif Tipe STAD. Untuk mendukung efektivitas pembelajaran kooperatif, maka dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar. Oleh karena itu guru dapat menggunakan berbagai sumber belajar, misalnya dari berita di Penerapan LKS berbasis gambar dalam pembelajaran Biologi dilakukan karena LKS yang umumnya ditemukan dalam buku paket atau buku pendukung Biologi lainnya, sering kali hanya merupakan rangkaian pertanyaan dan tanpa dilengkapi dengan gambar. Lembar kerja siswa berbasis gambar ini dirancang sebagai panduan untuk memvisualkan konsep, memandu siswa mengidentifikasi permasalahan, menguji konsep, dan penuntun belajar. Lembar kerja siswa berbasis gambar berisikan tentang gambar dan uraian permasalahan yang harus ditemukan pemecahannya yang terkait dengan kejadian nyata di masyarakat. Dengan LKS berbasis gambar ini diharapkan dapat memotivasi siswa belajar, mengatasi kesulitan-kesulitan belajar, memberikan latihan yang cukup, dan mendekatkan ilmu Biologi dengan lingkungan sehingga dapat mengubah paradigma siswa dari ilmu Biologi yang abstrak menjadi konkrit, ilmu Biologi yang teoritis menjadi aplikatif, dan ilmu Biologi yang sulit menjadi mudah, serta ilmu Biologi yang lepas relevansinya dengan dunia nyata menjadi ilmu Biologi yang kontekstual. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS berbasis gambar, memiliki potensi dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa dalam pembelajaran Biologi. Melalui penerapan model pembelajaran ini, aktivitas dalam pembelajaran lebih didominasi oleh kegiatan siswa (student center). Sedangkan guru berperan sebagai fasilitator, mediator, motivator, konsultan, dan pendengar yang empati. Dalam hal ini, siswa belajar mulai dari mencari pengetahuan yang relevan, menelaah pustaka, merancang penyelidikan atau percobaan, mengamati, mengumpulkan dan menganalisis data hasil penelitian, memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang diperolehnya. Akibatnya, aktivitas belajar siswa, kompetensi kerja ilmiah dan pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran Biologi dapat ditingkatkan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1) Apakah penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis gambar dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Biologi? 2) Apakah penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis gambar dapat meningkatkan kompetensi kerja ilmiah siswa dalam pembelajaran Biologi? 3) Apakah penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis gambar dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran Biologi? 4) Bagaimana pendapat siswa terhadap penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis gambar dalam pembelajaran Biologi? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1) Meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran Biologi melalui penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis gambar; 2) Meningkatkan kompetensi kerja ilmiah siswa pada pembelajaran Biologi melalui penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis gambar; 3) Meningkatkan pemahaman konsep siswa pada pembelajaran Biologi melalui penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis gambar; 4) Mengetahui pendapat siswa terhadap penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis Gambar pada mata pelajaran Biologi. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: 1) Memberikan informasi kepada guru sains pada umumnya dan guru Biologi khususnya, mengenai Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, sehingga dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi di sekolahnya; 2) Memberikan sumbangan pemikiran tentang Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa berbasis gambar, sehingga dapat diimplementasikan atau dikembangkan dalam KBM sebagai salah satu strategi pembelajaran untuk meningkatkan kualitias proses dan hasil belajar; 3) Memberikan kontribusi yang positif terhadap perkembangan kreativitas dan inovasi pembelajaran Biologi dan dapat dijadikan acuan bagi pelaksanaan penelitian-penelitian yang relevan. 1.5 Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian tindakan ini adalah: 1) Aktivitas belajar siswa dapat ditingkatkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa berbasis gambar dalam pembelajaran Biologi; 2) Kompetensi kerja ilmiah siswa dapat ditingkatkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa berbasis gambar dalam pembelajaran Biologi; 3) Pengetahuan dan pemahaman konsep siswa dapat ditingkatkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa berbasis gambar dalam pembelajaran Biologi; 4) Siswa memberikan pendapat yang positif terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa berbasis gambar dalam pembelajaran Biologi. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.2.1 Paradigma Konstruktivistik Dalam Pembelajaran Pandangan konstruktivis menganggap bahwa belajar adalah perubahan konseptual, bukan penjelajahan informasi-informasi yang baru ke dalam pikiran siswa yang kosong, melainkan upaya pengembangan atau perubahan terhadap apa yang telah dimiliki dalam pikiran siswa. Perubahan konsep-konsep akan bermakna bila informasi yang baru (sains) dapat diterapkan dalam kehidupan nyata, intelligible (dapat dimengerti), plausible (dapat dipercaya), fruitful (bermanfaat) sehingga membantu siswa untuk memahami dunianya (Carr, et al, 1994 dalam Janulis P. Purba, 2004). Berdasarkan prinsip dasar konstruktivis, maka ilmu pengetahuan dapat dipahami sebagai suatu yang harus dibangun oleh siswa sendiri. Karena itu penalaran yang berkembang dalam pikiran seorang individu tidak dapat dipindahkan begitu saja dari satu orang individu (guru) ke individu yang lain (siswa). Belajar menurut pandangan konstruktivis adalah proses aktif yang berkesinambungan. Dalam hal ini, siswa mampu menggunakan informasi dari lingkungan untuk membangun interpretasi dan makna sendiri berdasarkan pengetahuan awal (prior knowledge) dan pengalaman. Oleh karena itu, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, dan bersifat kritis. Sebagai konsekuensinya guru harus memberi perhatian yang besar terhadap pengetahuan awal para siswa dalam rangka meningkatkan kualitas hasil belajar. Agar proses pembelajaran dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan strategi pembelajaran dengan menggunakan model belajar atau model mengajar tertentu. Belajar menurut pandangan konstruktivistik merupakan proses regulasi diri dalam menyelesikan konflik kognitif yang sering muncul melalui pengalaman konkrit. Belajar adalah kegiatan aktif pebelajar untuk membangun pengetahuannya, dimana pebelajar sendiri yang bertanggung jawab atas peristiwa belajar dan hasil belajarnya. Pebelajar sendiri yang melakukan penalaran melalui seleksi dan organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah diketahui. Belajar merupakan proses negosiasi makna berdasarkan pengertian yang dibangun secara personal. (Santyasa, 2004). Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan pemecahan masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma ketimbang menghafal prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran lebih dicirikan oleh aktivitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan model-model yang dibangkitkan oleh pebelajar sendiri. Secara umum, terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas konstruktivistik (Brooks & Brooks, 1993 dalam Santyasa, 2004), yaitu (1) meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan pebelajar, (2) menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama, (3) menghargai pandangan pebelajar, (4) materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan pebelajar, (5) menilai pembelajaran secara berbasis gambar. Dalam mengimplementasikan pembelajaran konstruktivistik, perlu dicermati pula tentang reposisi pengajar. Menurut hasil forum Carnegie tentang pendidikan dan ekonomi (Arend et al., 2001 dalam Santyasa, 2004), terdapat sejumlah kemampuan yang harus dimiliki oleh pengajar dalam pembelajaran, yaitu: 1) memiliki pemahaman yang baik tentang kerja baik fisik maupun sosial, 2) memiliki rasa dan kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data, 3) memiliki kemampuan membantu pemahaman pebelajar, 4) memiliki kemampuan mempercepat kreativitas sejati pebelajar, dan 5) memiliki kemampuan kerja sama dengan orang lain. 2.2.2 Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran di mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran (Jatmiko, 2004: 7). Model Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik dan mengembangkan keterampilan siswa. Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Dalam hal ini siswa kelompok atas menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen tersebut, yaitu: 1) saling ketergantungan positif, 2) interaksi tatap muka, 3) akuntabilitas individual, dan 4) keterampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi atau keterampilan sosial (Abdurrahman & Bintoro (2000) dalam Nurhadi, 2005: 112). Terdapat beberapa keuntungan dari Pembelajaran kooperatif, diantaranya a) meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial, b) memungkinkan siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan, c) memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial, d) memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen, e) menghilangkan sifat egois, f) membangun persahabatan, g) meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia, h) meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif, i) meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik, dan j) meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, etnis, kelas sosial, dan agama. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif terdiri dari enam fase, yaitu 1) menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa (presents goals and establish set), 2) menyajikan informasi (present information), 3) mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar (organize students into learning teams), 4) membimbing kelompok bekerja dan belajar (assist teams work and study), 5) evaluasi (tes on the materials), dan 6) memberikan penghargaan (provide recognition) (Aredns, 2004: 386). Adapun tingkah laku mengajar guru dalam menerapkan model Pembelajaran kooperatif, yaitu 1) guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar, 2) guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan melakukan demonstrasi atau lewat bahan bacaan, 3) guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien, 4) guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas, 5) guru mengevaluasi hasil belajar atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya, dan 6) guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok (Jatmiko, 2004: 9). Ada beberapa variasi dalam Pembelajaran kooperatif, diantaranya 1) Student Teams Achievement Divisions (STAD), 2) Jigsaw, 3) Group Investigation (GI), 4) The Structral Approach, 5) Think Pair Share, dan 6) Numbered Heads Together (Arends, 2004: 361-366). Adapun perbedaan dari empat tipe model pembelajaran, seperti pada tabel berikut:
(Arends, 2004: 367) 2.2.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Student Teams Achievement Divisions (STAD) atau Tim Siswa Kelompok Prestasi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Namun demikian, berdasarkan penelitian Warpala (2004), ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada pemahaman siswa antara yang menggunakan pembelajaran koopertaif tipe GI dengan STAD. Ini dapat dijadikan sebagai indicator, bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki keefektifan yang relative sama dengan tipa lainnya, seperti tipe GI. Dalam STAD siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4 – 5 orang, dimana setiap kelompok haruslah heterogen (Jatmiko, 2004). Pembagian anggota kelompok dilakukan dengan mempertimbangkan jenis kelamin, ras atau etnik, dan tingkat kemampuan intelektual atau prestasi siswa. Anggota masing-masing tim dapat menggunakan lembar kerja siswa atau media belajar lainnya dan saling tolong menolong untuk menguasai materi pelajaran dalam suatu Tanya jawab atau diskusi. Penyajian pelajaran diawali dengan informasi guru, kemudian siswa bekerja di dalam tim. Informasi akademik baru diberikan kepada murid setiap minggu atau secara teratur dapat berupa informasi lisan atau teks (Arends, 2004: 361). Dalam kelompok atau tim siswa bekerja dan bekerja sama sehingga seluruh anggota dapat menguasai materi pelajaran tersebut. Selanjutnya, kepada seluruh siswa dikenai kuis tentang materi tersebut dan siswa menjawab kuis secara individual. Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, skor yang diperoleh siswa dibandingkan dengan skor mereka sebelumnya. Poin akan diberikan berdasarkan seberapa besar siswa tersebut menyamai atau melampaui prestasi sebelumnya, yang disebut dengan peningkatan skor (improvement score). Kemudian, poin dari tiap-tiap tim dijumlahkan untuk mendapatkan skor tim, selanjutnya tim yang mencapai kreteria tertentu diberi penghargaan. 2.2.4 Aktivitas, Motivasi dan Hasil Belajar Proses belajar merupakan proses yang dialami secara langsung dan aktif oleh pelajar pada saat mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar yang direncanakan atau disajikan di sekolah, baik yang terjadi di kelas maupun di luar kelas (Soedijarto, 1993: 94). Dalam proses belajar terjadi aktivitas siswa serta didapatkan hasil belajar setelah selesai proses belajar tersebut. Proses belajar yang berkulitas dan relevan tidak dapat terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu direncanakan. Berkaitan dengan hal itu, maka guru merupakan komponen pertama dan utama yang sangat mempengaruhi kualitas proses belajar. Oleh karena belajar merupakan kegiatan aktif siswa (aktivitas belajar siswa) dalam membangun makna atau pemahaman, maka guru perlu memberikan dorongan kepada siswa dengan menggunakan otoritasnya dalam membangun gagasan (Depdiknas, Ditjen Dikdasmen, 2002). Tanggung jawab belajar memang berada pada diri siswa, tetapi guru tetap bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat. Setiap siswa mempunyai cara yang optimal dalam mempelajari informasi tertentu. (Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, 2002: 110). Beberapa siswa perlu diberikan cara-cara yang lain dari metode mengajar yang pada umumnya disajikan. Oleh karena itu guru agar dapat mengembangkan kreativitasnya untuk menciptakan Pembelajaran yang melibatkan seluruh indera akan lebih bermakna dibandingkan dengan satu indera saja. Jika permasalahan telah terdefinisikan secara matematis dalam suatu pembelajaran, maka perlu divisualisasikan atau digambarkan secara komprehensip. (Dryden dan Jeannette, 2002: 195). Oleh karena itu meningkatkan aktivitas belajar siswa merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan meningkatnya aktivitas siswa akan memunculkan kreativitas untuk menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru dan tidak terpaku pada satu cara saja. Proses belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks, dimana melibatkan setiap kata, pikiran, tindakan, dan juga asosiasi. Menurut Lozanov (1978), mengatakan bahwa sampai sejauh mana seorang guru mampu mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajarannya, maka sejauh itu pula proses belajar mengajar itu berlangsung (DePorter, Bobbi, 2002: 3). Ini berarti, guru diharapkan dapat mengarahkan perhatian siswa ke dalam nuansa proses belajar seumur hidup dan tak terlupakan. Untuk itu membangun ikatan emosianal guru dan siswa, yaitu dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, menyingkirkan ancaman, dan meningkatkan aktivitas siswa dalam Pembelajaran merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan proses pembelajaran yang baik. Studi-studi menunjukkan bahwa siswa lebih banyak belajar (aktivitas belajar tinggi), jika pelajarannya memuaskan, menantang, dan ramah. Dengan kondisi seperti itu, siswa lebih sering ikut serta dalam kegiatan sukarela yang berhubungan dengan bahan pelajaran (Walberg, 1997 dalam DePorter, Bobbi, 2002: 23-24). Sardiman (1998) menyebutkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan dan memberi arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar dapat tercapai (Riduwan, 2005: 200). Dengan demikian motivasi belajar merupakan dorongan atau kekuatan dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan serta arah belajar untuk mencapai tujuan yang dikehendaki siswa. Siswa yang memiliki motivasi tinggi, belajarnya lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi rendah. Motivasi dalam proses belajar mengajar dapat mendorong siswa untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu yang berhubungan dengan kegiatan belajar. Motivasi belajar dapat memberikan semangat kepada siswa dalam kegiatan-kegiatan belajarnya dan memberi petunjuk atau perbuatan yang dilakukannya. Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar siswa merupakan perwujudan output suatu proses yang tidak bisa terlepas dari input proses tersebut (Santyasa, 1999: 48). Kualitas proses belajar merupakan salah satu unsur yang berpengaruh terhadap hasil belajar, baik secara kognitif maupun afektif. Disamping hal itu, sistem evaluasi juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hasil belajar siswa. Proses pembelajaran yang efektif melibatkan pembentukan, pengembangan, dan penyempurnaan kecakapan hidup yang bermakna. Makna suatu konsep atau isi pelajaran akan dirasakan jika konsep tersebut digunakan sesuai dengan konteksnya. Penemuan makna dalam kehidupan dapat dicapai dengan beberapa cara antara lain 1) penciptaan sebuah pekerjaan, 2) mengalami sesuatu, dan 3) bersikap terhadap sesuatu (Johnson (2002) dalam Sudria, 2004). Dalam konteks ini, pembelajaran Biologi dengan menerapkan teknologi EM melalui pembuatan kompos dan biogas mencakup ketiga cara tersebut, sehingga pembelajaran yang dilaksanakan menjadi bermakna. 2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan Kualitas proses dan hasil pembelajaran ditentukan oleh berbagai factor, baik factor internal maupun eksternal. Salah satu factor yang sangat strategis menentukan kualitas tersebut adalah guru. Berdasarkan hasil penelitian Goodlad (1976) dalam Idris (2005), disimpulkan bahwa peran guru amat signifikan terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Ketika para guru telah memasuki ruangan dan menutup pintu kelas, maka kualitas pembelajaran akan lebih banyak ditentukan oleh guru. Oleh karena itu, kehadiran guru yang professional adalah suatu keniscayaan dalam rangka mewujudnyatakan proses dan hasil belajar yang berkualitas juga. Kemampuan untuk memilih dan menerapkan pendekatan atau strategi pembelajaran yang efektif dan efisien merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki guru professional. Pemilihan dan penerapan pendekatan pembelajaran yang tepat sangat berpengaruh terhadap kualitas proses dan hasil belajar siswa. Menurut hasil penelitian Warpala (2006), ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada pemahaman siswa antara yang menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual dan pendekatan konvensional. Dalam hal ini, pendekatan pembelajaran kontekstual lebih efektif meningkatkan pemahaman siswa dibandingkan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran IPA di SD. Demikian pula dengan hasil penelitian Arnyana (2004), yang menemukan bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan kemampuan berpikir kritis siswa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dijelaskan bahwa pendekatan pembelajaran yang mempu menghubungkan kondisi lingkungan dalam kehidupan sehari-hari lebih baik dalam meningkatkan tingkat pemahaman siswa. Penerapan model pembelajaran kooperatif, juga memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Arnyana (2004), menemukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) mampu meningkatkan hasil belajar dan kemamapuan berpikir kritis siswa. Lebih lanjut diurakan bahwa kemampuan berpikir kritis berkorelasi postif terhadap hasil belajar siswa. Penelitian juga dilakukan terhadap kefektifan berbagai tipe pembelajaran kooperatif. Warpala (2006), menemukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki efektivitas yang relative sama dengan tipe GI dalam meningkatkan pemahaman siswa. Namun, pembelajaran kooperatif tipe GI lebih efektif meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dibandingkan tipe STAD. 2.3 Kerangka Berpikir 2.1 Deskripsi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis gambar Pembelajaran dengan penerapan lembar kerja siswa berbasis gambar merupakan salah satu alternatif pembelajaran untuk menuntun siswa belajar yang berorientasi kepada ilmu pengetahuan dan teknologi serta lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran Biologi, keterampilan proses harus dikembangkan yaitu dengan mencoba melakukan sendiri oleh siswa dan menghubungkan ilmu Biologi dengan kehidupan nyata. Beberapa kegiatan mandiri yang penting dalam pembelajaran Biologi, diantaranya melihat sendiri, membaca sendiri, mengerjakan sendiri, dan melatih sendiri (Depdiknas, 2000: 54). Dalam hal ini, penerapan lembar kerja siswa berbasis gambar dapat mengakses kesemua kegiatan tersebut, bahkan alat dan bahan yang digunakan sebagai pendukung pembelajaran banyak dan sering ditemukan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Penerapan lembar kerja siswa berbasis gambar dalam pembelajaran Biologi dilakukan karena bahan ajar dan lembar kerja siswa yang umumnya ditemukan dalam buku paket atau buku pendukung Biologi lainnya, sering kali materi, bahan, dan alat yang digunakan sebagai pendukung pembelajaran tidak ditemukan dalam kehidupan nyata sehari-hari dan tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu, lembar kerja siswa berbasis gambar yang dibuat berisi masalah yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian lembar kerja siswa berbasis gambar dibuat dengan struktur dan urutan yang sistematis sehingga dapat memotivasi siswa belajar, mengatasi kesulitan-kesulitan belajar, memberi latihan yang cukup, dan dapat memecahkan masalah yang ditemukan di lingkungan sekitarnya. Bahan ajar yang disusun secara didaktis dapat menciptakan suasana aktif baik di dalam maupun di luar kelas (Rooijakkers, 1991 dalam Citrawathi, 2003). Pembelajaran dengan menerapkan lembar kerja siswa berbasis gambar diharapkan dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar serta leterasi sains pada siswa. Lembar kerja siswa berbasis gambar ini dirancang sebagai panduan belajar, yang berisikan tentang uraian materi yang terkait dengan kejadian nyata di masyarakat, permasalahan-permasalahan aktual di masyarakat, serta bahan atau alat yang ada di masyarakat yang digunakan untuk percobaan. Dengan suplemen bahan ajar dan lembar kerja siswa berbasis gambar ini diharapkan dapat memotivasi siswa belajar, mengatasi kesulitan-kesulitan belajar, memberikan latihan yang cukup, dan mendekatkan ilmu Biologi dengan lingkungan sehingga dapat mengubah paradigma siswa dari ilmu Biologi yang abstrak menjadi konkrit, ilmu Biologi yang teoritis menjadi aplikatif, dan ilmu Biologi yang sulit menjadi mudah, serta ilmu Biologi yang lepas relevansinya dengan dunia nyata menjadi ilmu Biologi yang berbasis gambar. Lembar kerja siswa berbasis gambar merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (massage), merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar. Melalui suplemen bahan ajar dan lembar kerja siswa berbasis gambar ini, maka siswa dituntun untuk belajar bagaimana cara belajar sehingga diperoleh pengalaman belajar yang bervariasi. Menurut Gagne dan Briggs (1979) dalam Muhammad Ali (2000), disebutkan bahwa media sangat penting sebagai alat untuk merangsang proses belajar. Berdasarkan kerucut pengalaman Edgar Dale, disebutkan bahwa pengalaman yang paling tinggi nilainya adalah direct purposeful experience, yaitu pengalaman yang diperoleh dari hasil kontak langsung dengan lingkungan, objek, binatang, manusia dan sebagainya, dengan cara melakukan perbuatan langsung (Muhammad Ali, 2000: 90). Sedangkan verbal symbol yang diperoleh melalui penuturan dengan kata-kata merupakan pengalaman belajar yang paling rendah tingkatannya. Oleh karena itu, agar pembelajaran dapat memberikan pengalaman yang lebih berarti bagi siswa, maka perlu dirancang model pembelajaran yang dapat membawa siswa kepada pengalaman yang lebih konkrit. Salah satu diantaranya adalah pembelajaran dengan menerapkan lembar kerja siswa berbasis gambar. Dalam pembelajaran Biologi dikenal beberapa pendekatan yang pernah dan dapat digunakan. Pendekatan tersebut diantaranya 1) penguasaan konsep dan keterampilan proses (misalnya melalui konstruktivisme), 2) penyelesaian masalah (perumusan, cara penyelesaian dan hasil penyelesaian masalahnya), 3) lingkungan (dengan karya wisata), 4) induktif dan deduktif (melalui metode ilmiah), 5) sejarah (melalui penelusuran biografi para Biologiwan), dan 6) pengungkapan nilai-nilai, motto, dan anekdot (Depdiknas, 2002: 55). Berkaitan dengan hal tersebut, maka penerapan suplemen bahan ajar dan lembar kerja siswa berbasis gambar telah mengintegrasikan beberapa pendekatan tersebut secara simultan dalam pembelajaran Biologi. Dengan penerapan lembar kerja siswa berbasis gambar pada pembelajaran Biologi, siswa didekatkan dengan kondisi nyata dalam kehidupan sehari-hari, karena alat dan bahan yang digunakan untuk merancang dan melaksanakan percobaan atau penelitian tersebut dapat ditemukan di lingkungan sekitarnya, serta isu mutakhir yang relevan dengan ilmu Biologi segera dapat disikapi oleh siswa. Ini berarti pembelajaran Biologi dengan lembar kerja siswa berbasis gambar menerapkan pendekatan lingkungan. Di lain pihak pembelajaran Biologi dengan penerapan lembar kerja siswa berbasis gambar ini, merangsang siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya melalui pengamatan, analisis terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya dan melakukan demonstrasi atau percobaan. Kondisi ini dapat dijadikan indikasi bahwa pendekatan penguasaan konsep dan keterampilan proses (konstruktivisme), juga dapat diimplementasikan melalui pembelajaran Biologi dengan lembar kerja siswa berbasis gambar. Setelah selesai melaksanakan analisis terhadap gejala atau fenomena dan demonstrasi atau percobaan, siswa dituntut untuk membuat laporan hasil percobaan. Hal ini berarti siswa dituntut menerapkan metode ilmiah dalam pembuatan laporan. Dengan demikian pendekatan induktif dan deduktif dapat diimplementasikan melalui pembelajaran Biologi dengan penerapan lembar kerja siswa berbasis gambar. Pembelajaran Biologi dengan lembar kerja siswa berbasis gambar, menuntut siswa untuk melakukan penyelesaian persoalan secara nyata dan terus tertantang untuk berpikir kreatif. Kondisi ini sangat mendukung terciptanya proses saintifik. Dalam sains sesungguhnya dapat ditemukan metode saintifik, proses saintifik, dan produk saintifik (Depdiknas, 2002: 58). Metode saintifik pada umumnya meliputi perancangan percobaan, mengumpulkan dan menganalisis data, serta menarik kesimpulan. Dalam proses saintifik terdapat dua keluaran, yaitu keterampilan dan sikap saintifik. Keterampilan saintifik meliputi observasi, interpretasi, prediksi (inter-ekstrapolasi), manipulasi, aplikasi perencanaan penelitian, pengajuan pertanyaan dan komunikasi ilmiah. Sedangkan produk saintifik meliputi fakta, konsep, prinsip, teori dan hukum. Dengan penerapan lembar kerja siswa berbasis gambar, siswa mendapatkan kesempatan untuk menjalani sendiri proses penemuan melalui penyelidikan ilmiah. Siswa dapat mempelajari sifat dan reaksi Biologi serta dapat menguji konsep maupun prinsip-prinsip Biologi tertentu. Dengan lembar kerja siswa berbasis gambar, pelaksanaan demonstrasi, percobaan, dan penelitian tidak harus dilakukan di laboratorium, tetapi dapat dilakukan di ruang kelas, dan bahkan di rumah. Demikian juga alat dan bahan yang digunakan dapat memanfaatkan alat-alat rumah tangga dan bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitarnya, seperti balon udara, air aki, besi paku, soda kue, asam cuka, agar-agar, dan lain sebagainya. Ini berarti pemanfaatan lingkungan sekitarnya menjadi optimal dan siswa diharapkan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan sekitarnya (sense of environment). 2.2 Bagan Kerangka Berpikir Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dibuat hubungan antar konsep, seperti bagan berikut: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan untuk dua siklus. Tindakan yang diterapkan pada penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa berbasis gambar dalam pembelajaran Biologi. Subjek penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Banjar kelas XI Program Ilmu Alam pada semester 2 tahun pelajaran 2006/2007 yang berjumlah 38 orang. Objek penelitiannya adalah kualitas pembelajaran Biologi yang meliputi kualitas aktivitas siswa belajar, pencapaian kompetensi kerja ilmiah, pemahaman konsep siswa, dan pendapat siswa akibat penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa berbasis gambar. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, dan masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu 1) perencanaan, 2) pelaksanaan tindakan, 3) observasi dan evaluasi tindakan, dan 4) refleksi. Siklus I untuk bahan kajian Sistem Reproduksi Manusia dan siklus II untuk bahan kajian Sistem Reproduksi pada Tumbuhan. Untuk siklus I dirancang dalam 10 Jam pelajaran (5 kali tatap muka), sedangkan siklus II dilaksanakan untuk 8 jam pelajaran (4 kali tatap muka) 3.2 Langkah-Langkah Pelaksanaan Penelitian a) Perencanaan Langkah-langkah dalam perencanaan tindakan adalah 1) mengkaji materi atau bahan ajar, mempersiapkan silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran, 2) mempersiapkan dan mengkaji format-format observasi dan evaluasi yang terdiri dari pretest, kuis, tes akhir pembelajaran, lembar observasi, dan kuisioner atau angket, dan 3) mengkaji indikator untuk menentukan efektivitas atau keberhasilan tindakan yang dilaksanakan, seperti daya serap siswa dan ketuntasan belajar. b) Penyusunan Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes, pedoman observasi, angket pendapat siswa, dan LKS berbasis gambar. Tes yang digunakan terdiri dari tes awal (pretest), kuis, dan tes akhir pembelajaran pada siklus I dan siklus II. Tes awal disusun dalam bentuk soal pilihan ganda modifikasi untuk mengetahui pengetahuan awal siswa dan kesiapan siswa terhadap bahan kajian yang akan dibahas. Tes akhir Pembelajaran disusun dalam bentuk tes pilihan ganda, pilihan ganda modifikasi, dan uraian. Pedoman observasi aktivitas siswa yang digunakan meliputi 8 parameter, yaitu 1) interaksi siswa, 2) keberanian siswa bertanya, 3) partisipasi siswa, 4) motivasi, ketekunan, dan antusiasme siswa, 5) kehadiran siswa, 6) hubungan antar siswa, 7) hubungan siswa dengan guru, dan 8) efektivitas pemanfaatan waktu. Adapun format obsevasi aktivitas belajar, sebagai berikut:
Indikator kerja ilmiah siswa terdiri dari 4 aspek, yaitu 1) penyelidikan/penelitian, 2) berkomunikasi ilmiah, 3) pengembangan kreativitas dan pemecahan masalah, dan 4) sikap dan nilai ilmiah. Selanjutnya data yang terkumpul disusun dalam tebel sebagai berikut:
Sedangkan, untuk mengetahui pendapat atau respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran. Terdapat tiga katagori pilihan siswa yaitu setuju (S), ragu-ragu (R), dan tidak setuju (TS). Pendistribusian angket dilakukan di akhir siklus II atau saat mengakhiri penelitian. Adapun angket untuk mencari pendapat siswa, adalah sebagai berikut:
c) Tindakan Implementasi tindakan pada prinsipnya merupakan realisasi dari suatu tindakan yang sudah direncanakan. Adapun langkah-langkah implementasi tindakan, sebagai berikut: 1) Siklus I - Materi yang dibahas pada siklus I adalah Sistem Reproduksi Manusia yang akan dilakukan untuk alokasi waktu 10 jam pelajaran (10 x 45 menit) atau 5 kali tatap muka; - Sebelum pembelajaran dimulai, maka dilaksanakan pretest untuk mengetahui pengetahuan awal siswa terhadap bahan kajian yang akan dibahas; - Pembelajaran dilakukan dengan langkah-langkah pembelajaran kooperatif, sebagai berikut:
- Setiap akhir tatap muka selalu diberikan kuis dan hasil kuis ini dijadikan acuan untuk menentukan kedudukan atau peningkatan poin setiap kelompok serta prestasi yang diperoleh untuk masing-masing kelompok. Pemberian point ini, memodifikasi model yang dikembangkan After Slavin (1995) dalam Arends (2004), yaitu:
- Peningkatan prestasi siswa dalam kelompok dan prestasi tim akan disampaiakan setiap mengawali kegiatan belajar mengajar; - Pada akhir siklus I diadakan posttest untuk mengetahui secara kesulurahan tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang dibahas dan pemberian hadiah kepada kelompok dengan akumulasi peningkatan point terbesar. 2) Siklus II - Sebelum pembelajaran dimulai, kepada siswa dilakukan pretest dan diinformasikan hasil belajar siswa pada siklus I. - Secara umum langkah-langkah pembelajarannya sama dengan siklus I, namun ada penyempurnaan sesuai dengan hasil refleksi dan evaluasi pada siklus sebelumnya. - Pada siklus II, bahan kajian yang dibahas adalah Sistem Reproduksi pada Tumbuhan dengan alokasi waktu 8 jam pelajaran (8 x 45 menit) atau dengan 4 kali tatap muka. d) Observasi dan Evaluasi Selama pembelajaran berlangsung, peneliti melakukan observasi terhadap strategi pembelajaran yang diterapkan dan melakukan perekaman terhadap proses belajar mengajar yang berlangsung. Variabel-variabel yang diamati sesuai dengan objek penelitian, yaitu aktivitas siswa belajar dan kompetensi kerja ilmiah siswa. Tes dilakukan terhadap pemahaman konsep siswa yang berupa peningkatan rerata hasil belajar antara tes awal, kuis, dan tes akhir pembelajaran atau tes akhir siklus. e) Refleksi Berdasarkan observasi dan evaluasi pada siklus I (pertama), peneliti mengadakan refleksi untuk melihat seberapa besar keberhasilan dan kegagalan dalam penerapan model pembelajaran yang dirancang. Refleksi dilakukan terhadap aktivitas siswa belajar dan kompetensi kerja ilmiah siswa dan mencari faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan tindakan serta mencari solusi terhadap permasalahan tersebut. Disamping itu juga dilakukan refleksi terhadap pencapaian pemahaman konsep siswa, serta upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Pencermatan yang dilakukan pada penerapan siklus I (pertama) dievaluasi dan diinterpretasi penyebabnya untuk selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam melakukan pemantapan pada siklus II (kedua) pada bahan kajian berikutnya. f) Rencana Tindakan Berikutnya Pada tindakan berikutnya, yaitu tindakan pada siklus II (kedua) dilaksanakan untuk bahan kajian Sistem Reproduksi pada Tumbuhan. Pada siklus II (kedua), penerapan tindakan sama dengan siklus I, tetapi dilakukan pemantapan dan penyempurnaan terhadap model pembelajaran yang dirancang berdasarkan kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus I (pertama). 3) Instrumen dan Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari kualitas aktivitas siswa belajar, pencapaian kompetensi kerja ilmiah, skor hasil tes pemahaman konsep, dan pendapat siswa terhadap penerapan pembelajaran Biologi yang dikembangkan. Jenis data, metode dan instrumen yang digunakan untuk pengumpulkan data pada penelitian ini, disajikan dalam tabel berikut:
4) Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini diperoleh dua jenis data, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitiatif berupa aktivitas belajar dan kompetensi kerja ilmiah siswa yang diperoleh dari hasil observasi dengan menggunakan format observasi. Pedoman observasi aktivitas belajar siswa menggunakan tiga kreteria, yaitu baik (B), cukup (C), dan kurang (K). Katagori B diberikan jika lebih besar atas sama dengan 75% siswa aktif belajar, C jika lebih besar atau sama dengan 50%, dan K, jika kurang dari 50% siswa aktif belajar. Data tentang aktivitas belajar selanjutnya dianalisis secara deskriptif, dengan menarasikan kualitas aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran serta membandingkan kualitasnya antara siklus I dan siklus II. Sedangkan Kualitas kompetensi kerja ilmiah siswa dinyatakan dengan lima katagori, yaitu sangat kurang (SK), kurang (K), cukup (C), baik (B), dan sangat Baik (SB). Data tentang aktivitas dan kompetensi kerja ilmiah siswa dianalisis secara deskriptif dengan menarasikan kegiatan-kegiatan siswa selama pembelajaran Kreteria penilaian untuk kompetensi kerja ilmiah, seperti tabel berikut:
Sedangkan data kuantitatif berupa skor tes awal, kuis, dan tes akhir pembelajaran, dianalisis secara deskriptif dengan mencari rerata, standar deviasi, ketuntasan belajar siswa, skor maksiumum, dan minimum. Sedangkan pendapat siswa terhadap penerapan model Pembelajaran Biologi, yang diketahui dari angket, dianalisis dengan membandingkan jumlah skor pada pilihan setuju terhadap jumlah skor pada pilihan tidak setuju. Kreteria keberhasilan peningkatan kualitas pembelajaran Biologi, ditinjau dari aktivitas siswa belajar, kompetensi kerja ilmiah, pemahaman konsep, dan pendapat siswa terhadap penerapan model pembelajaran. Indikator keberhasilan peningkatan kualitas aktivitas siswa dalam penelitian ini, yaitu jika lebih dari 6 (enam) parameter aktivitas berkatagori baik dan tidak ada dengan katagori kurang. Indikator keberhasilan peningkatan kualitas kompetensi kerja ilmiah dalam penelitian ini, yaitu minimal 2 aspek berkatagori baik atau sangat baik, dan tidak ada aspek yang berkatagori kurang. Sedangkan pemahaman konsep siswa dinyatakan berhasil, jika ketuntasan belajar lebih besar atau sama dengan 75% dengan rerata nilai minimal 60. Sedangkan kreteria keberhasilan pendapat siswa adalah persentase jumlah siswa yang memiliki pendapat positif (setuju) lebih besar dibandingkan dengan persentase jumlah siswa yang memiliki pendapat negatif (tidak setuju) terhadap model pembelajaran yang diterapkan. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan untuk dua siklus. Tindakan yang diterapkan pada penelitian ini adalah penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD berbantuan LKS berbasis Gambar untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Subjek dari penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Banjar kelas XI, program Ilmu Alam, semester 2 tahun pelajaran 2006/2007 yang berjumlah 38 orang. Objek penelitiannya adalah kualitas Pembelajaran Biologi yang meliputi aktivitas belajar siswa, kompetensi kerja ilmiah, pemahaman konsep siswa, dan pendapat siswa akibat penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD berbantuan LKS berbasis Gambar dalam pembelajaran Biologi. Terdapat empat tahapan yang dilakukan pada setiap siklus, yaitu 1) perencanaan, 2) pelaksanaan tindakan, 3) observasi dan evaluasi tindakan, dan 4) refleksi. Untuk siklus I, materi yang dibahas adalah Sistem Reproduksi Manusia sedangkan pada siklus II adalah Sistem Reproduksi pada Tumbuhan. Alokasi waktu untuk siklus I adalah 10 jam pelajaran atau 5 x tatap muka. Sedangkan untuk siklus II selama 8 jam pelajaran atau 4 x tatap muka. 4.1.1 Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I (Pertama) Berdasarkan hasil observasi dengan format observasi yang telah disiapkan, didapatkan data mengenai aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Biologi. Indikator aktivitas belajar siswa terdiri dari 8 (delapan) parameter, yaitu 1) interaksi siswa, 2) keberanian bertanya/mengemukakan pendapat, 3) partisipasi siswa dalam KBM, 4) motivasi, ketekunan, dan antusiasme, 5) kehadiran siswa, 6) hubungan antar siswa, 7) hubungan siswa dengan guru, dan 8) efektivitas pemanfaatan waktu. Kualitas aktivitas belajar siswa terdiri dari tiga katagori, yaitu Baik, Cukup, dan Kurang. Katagori Baik, jika minimal 75% siswa melakukan aktivitas sesuai dengan parameter yang diukur. Katagori Cukup, jika minimal 50% sesuai dengan parameter yang diukur. Sedangkan katagori Kurang, jika kurang dari 50% aktivitas siswa dalam kelas sesuai dengan parameter yang diukur. Berdasarkan hasil observasi pada siklus I (pertama), didapatkan data tentang aktivitas belajar siswa, yang selanjtunya dirangkum, seperti pada tabel berikut: Tabel 4.1 Data Aktivitas Siswa Belajar pada Siklus I (Pertama)
Berdasarkan hasil observasi tersebut dapat dijelaskan, bahwa aktivitas belajar siswa sudah berlangsung dengan baik. Tetapi, masih terdapat 3 (tiga) indikator ativitas belajar yang tergolong cukup, yaitu keberanian dalam bertanya dan mengemukakan pendapat, hubungan guru dengan siswa, dan efektivitas pemanfaatan waktu. Dalam pembelajaran, siswa belum banyak bertanya dengan inisiatif sendiri. Siswa baru menanyakan, ketika guru mendorongnya untuk bertanya. Terdapat kesan masih ada jarak yang cukup lebar antara guru dan siswa dalam berinteraksi, sehingga siswa tidak dapat memanfaatkan guru sebagai fasilitator, mediator, motivator, dan Aktivitas belajar siswa yang perlu mendapat perhatian untuk ditingkatkan adalah pemanfaatan waktu secara efektif dan efesien. Dalam hal ini, pemanfaatan waktu untuk kegiatan pembelajaran belum efektif dan efisien. Banyak kelompok yang tidak dapat menyelesaiakan tugasnya dengan baik. Adanya kelompok yang mengajukan usul agar tugas kelompoknya dikumpulkan pada pertemuan berikutnya, dapat dijadikan indikator bahwa pemanfaatan waktu yang tidak efektif dan efisien. Belum ada pembagian tugas yang jelas dan tegas sesuai dengan kemampuan anggotanya, sehingga penyelesaian tugas tidak sesuai dengan waktu yang disediakan 4.1.2 Kompetensi Kerja Ilmiah Siswa pada Siklus I (Pertama) Indikator kompetensi kerja ilmiah siswa terdiri dari 4 aspek, yaitu 1) penyelidikan/penelitian, 2) berkomunikasi ilmiah, 3) pengembangan kreativitas dan pemecahan masalah, dan 4) sikap dan nilai ilmiah. Kualitas kerja ilmiah siswa dinyatakan dengan lima katagori, yaitu sangat kurang (SK), kurang (K), cukup (C), baik (B), dan sangat Baik (SB). Berdasarkan hasil observasi pada siklus I (pertama), didapatkan data tentang kompetensi kerja ilmiah siswa, yang selanjtunya dirangkum, seperti pada tabel berikut: Tabel 4.2 Data kompetensi kerja ilmiah siswa pada Siklus I (Pertama)
Berdasarkan hasil observasi tersebut dapat dijelaskan, bahwa secara keseluruhan kompetensi kerja ilmiah siswa belum memuaskan dengan katagori cukup. Dari empat aspek yang diamati, tiga aspek termasuk dalam katagori cukup, dan satu aspek lainnya berkatagori baik. Kedua aspek yang berkatagori cukup, yaitu kompetensi merancang dan melakukan penyelidikan atau penelitian, berkomukasi ilmiah, dan pengembangan kreativitas dan pemecahan masalah. Sedangkan satu aspek lainnya yang berkatagori baik, yaitu sikap dan nilai ilmiah. Dengan memperhatikan kreteria keberhasilan, maka disimpulkan bahwa pencapaian kompetensi kerja ilmiah belum berhasil. Hal ini karena hanya terdapat satu aspek yang berkatagori baik dari dua aspek yang dijadikan criteria keberhasilan. Dari data hasil penelitian, juga dapat diketahui bahwa tidak ada aspek yang berkatagori kurang. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa kompetensi kerja ilmiah siswa masih perlu ditingkatkan. Siswa belum bisa membuat rancangan penyelidikan secara mandiri. Kreativitas siswa untuk belajar secara mandiri juga terlihat sangat rendah. Walaupun sudah ada tanda-tanda bahwa siswa sudah berani berkomunikasi, namun sebagian besar belum bisa menunjukkan bukti yang dapat memperkuat argumentasi tersebut. Namun, data ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk melakukan perbaikan terhadap strategi, metode, dan teknik yang efektif dan efisien dalam menumbuhkembangkan kompetensi kerja ilmiah siswa. 4.1.3 Pemahaman Konsep Siswa pada Siklus I (Pertama) Data hasil belajar siswa dikumpulkan dengan menggunakan tes hasil belajar. Dalam hal ini, sebelum dilakukan tindakan pada siklus I (pertama), terlebih dahulu dilakukan tes awal yang berbentuk pilihan ganda dimodifikasi untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa terhadap bahan kajian yang dibahas. Setiap akhir tatap muka dilakukan kuis berbentuk tes pilihan ganda modifikasi atau tes uraian, untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang baru dibahas. Setelah selesai siklus I (pertama), maka dilakukan tes akhir pembelajaran (posttest) dengan menggunakan tes bentuk pilihan ganda murni, pilihan ganda dimodifikasi, dan uraian. Data mengenai rerata, standar deviasi, nilai tertinggi, nilai terendah, ketuntasan belajar siswa, dan persentase (%) siswa yang skornya ≥ 80, disajikan dalam tabel berikut : Tabel 4.3 Data Tes Awal dan Hasil Belajar Siswa pada Siklus I (Pertama)
Berdasarkan data tersebut, dapat dijelaskan bahwa pengetahuan awal siswa tentang sistem reproduksi manusia masih sangat rendah, yaitu dengan rerata skor sebesar 34,50. Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS berbasis gambar, maka terdapat peningkatan hasil belajar ditinjau dari perolehan skor pada setiap kuis. Untuk kuis-1, dengan rerata 53,34 meningkat menjadi 59,47 pada kuis-2. Sedangkan hasil belajar siswa setelah akhir pembelajaran pada siklus I (pertama), yang diukur dengan postes, tergolong cukup, yaitu dengan rerata skor 60,53. Dalam hal ini, postest berisi materi keseluruhan untuk materi sistem reproduksi pada manusia. Tetapi ketuntasannya (% siswa yang skornya ≥ 60) masih tergolong rendah, yaitu sebesar 52,63%. Ini artinya, secara klasikal belum mencapai ketuntasan atau siswa dengan nilai lebih besar atau sama dengan 60 belum mencapai 75%. Namun, secara normative, telah terjadi peningkatan rerata perolehan skor siswa dari hasil pretes, kuis-1, kuis-2, dan posttest. Berdasarkan hasil analisis peningkatan pencapaian point individual, maka dapat ditentukan rekapitulasi peningkatan point prestasi, sebagai berikut: Tabel 4.4 Rerata Pencapaian Point Prestasi Perkelompok Pada Siklus I (Pertama)
Sedangkan rerata hasil belajar siswa, ditinjau dari hasil kuis-1, kuis-2, dan postes, maka didapatkan table, sebagai berikut: Tabel 4.5 Rerata Pencapaian Point Prestasi Perkelompok Pada Siklus I (Pertama)
Berdasarkan data di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat tiga kelompok dengan rerata pencapaian point prestasi yang sama besar, yakni sebesar 12,00, yaitu dari kelompok 4, 7, dan 8. Jika ditinjau dari rerata hasil belajar masing-masing siswa dalam kelompok, maka ditemukan bahwa rerata hasil belajar kelompok dengan pencapaian point prestasi tinggi tidak sama besar. Dalam hal ini, kleompok 7 dengan rerata hasil belajar tertinggi, yaitu 65,67, selanjutnya kelompok 8 sebesar 58,20, dan yang terakhir adalah kelompok 4 dengan rerata hasil belajar mencapai 56,47. Walaupun kelempok 3 memperoleh rerata hasil belajar sebesar 57,13 yang lebih besar dari kelompok 4 sebesar 56,47, tetapi pencapaian point prestasinya lebih kecil, yaitu mencapai 11,00. Ini berarti peningkatan prestasi di kelompok 3 tidak merata. Oleh karena itu, kondisi ini perlu dijelaskan kepada siswa untuk terus dapat meningkatkan kerjasama dan saling membantu, terutama siswa berkemampuan tinggi harus sebagai tutos bagi temannya yang berkemampuan rendah. 4.1.4 Refleksi Tindakan pada Siklus I (Pertama) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS berbasis gambar pada siklus I (pertama), cukup mendapat sambutan dari kalangan siswa. Siswa terlihat bersemangat mengikuti pembelajaran Biologi pada materi pokok sistem reproduksi manusia. Namun demikian, secara umum aktivitas belajar siswa belum berlangsung dengan memuaskan. Masih ada beberapa indicator aktivitas belajar yang belum berkatagori baik, seperti keberanian dalam bertanya dan mengemukakan pendapat, hubungan guru dengan siswa, dan efektivitas pemanfaatan waktu. Hal ini menyebabkan banyak permasalahan belum dapat diselesaikan dengan efektif dan efesien. Kelemahan yang paling menonjol, yaitu efektivitas penggunaan waktu belajar. Terdapat kecendrungan siswa belum dapat bekerja dan bekerja sama dengan efektif dan efisien melalui pembagian tugas dengan baik dan benar. Hal ini menyebabkan siswa kehabisan waktu untuk menyelesaikan laporan hasil diskusi atau hasil pengamatan. Rerata hasil belajar dari tes akhir pembelajaran pada siklus I (pertama), sebesar 60,53 tergolong cukup. Demikian pula dengan ketuntasan belajar siswa (persentase skor ≥ 60) baru mencapai 52,63%, serta hanya 2,63% siswa yang baru mampu mencapai skor ≥ 80. Namun, secara normative terdapat kecendrungan peningkatan perolehan skor siswa mulai dari pretes, kuis-1, kuis-2, dan postes. 4.1.5 Tindak Lanjut Siklus II (Kedua) Tindak lanjut pada siklus II (kedua) dilakukan dengan mempertimbangkan hasil refleksi tindakan pada siklus I (pertama). Selanjutnya, dilakukan beberapa penyempurnaan yang bertujuan untuk: 1) lebih meningkatkan aktivitas belajar siswa, terutama dalam hal keberanian dalam bertanya dan mengemukakan pendapat, hubungan guru dengan siswa, dan efektivitas pemanfaatan waktu., dan 2) meningkatkan perolehan skor hasil belajar siswa. Untuk pembelajaran pada siklus II (kedua) dilakukan pada materi pokok sistem reproduksi pada tumbuhan. Strategi pembelajaran yang dilakukan, secara umum sama dengan siklus I (pertama), namum dilakukan beberapa penyempurnaan, antara lain: a) Lembar kerja siswa tidak hanya berisi gambar saja, tetapi diisi dengan kegiatan kreatif yang bertujuan meningkatkan pemahaman siswa untuk mengaitkan antar konsep-konsep yang sedang dikaji; b) Lembar kerja siswa diberikan kepada siswa lebih awal, dengan maksud untuk memeberikan kesempatan kepada siswa mempelajari lebih baik dan mempersiapkan bahan-bahannya lebih lengkap; b) Sebelum KBM dimulai diberikan beberapa penjelasan tentang strategi berdiskusi dengan pembagian tugas yang jelas, strategi mengamati, menganalisis data, dan mendiskusikan hasil pengamatan; c) Diinstruksikan kepada siswa, agar mempersiapkan semua bahan-bahan dan alat-alat pendukung dari rumah, terutama bahan presentasi sehingga pembelajaran menjadi efektif dan efesien; 4.1.6 Aktivitas Siswa Belajar pada Siklus II (Kedua) Hasil observasi tentang aktivitas siswa belajar pada siklus II (kedua) dilakukan untuk pembelajaran materi pokok sistem reproduksi pada tumbuhan. Data ativitas siswa belajar, disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.6 Data Aktivitas Siswa Belajar pada Siklus II (Kedua)
Berdasarkan data hasil observasi terhadap aktivitas belajar siswa tersebut, dapat dijelaskan bahwa selama pembelajaran pada siklus II (kedua) menunjukkan, bahwa aktivitas belajar siswa berlangsung dengan baik. Hampir semua indikator (parameter) aktivitas belajar menunjukkan katagori baik. Tetapi masih ada 1 (satu) indikator efektivitas pemanfaatan waktu yang tergolong cukup. Namun pada siklus II (kedua) menunjukkan peningkatan aktivitas siswa belajar dibandingkan dengan siklus I. 4.1.7 Kompetensi Kerja Ilmiah Siswa pada Siklus II (Kedua) Hasil observasi tentang kompetensi kerja ilmiah siswa pada siklus II (kedua) dilakukan untuk pembelajaran materi pokok sistem reproduksi pada tumbuhan. Berdasarkan hasil observasi, didapatkan data hasil penelitian dan dirangkum dalam tabel berikut ini: Tabel 4.7 Data Kompetensi Kerja Ilmiah Siswa pada Siklus II (Kedua)
Berdasarkan data hasil observasi terhadap kompetensi kerja ilmiah siswa tersebut, dapat dijelaskan bahwa selama pembelajaran pada siklus II (kedua), menunjukkan katagori baik. Tiga aspek kompetensi kerja ilmiah, yaitu penyelidikan/penelitian, berkomunikasi ilmiah, dan pengembangan kreativitas dan pemecahan masalah berkatagori baik, Sedangkan ada satu aspek kerja ilmiah, yaitu sikap dan nilai ilmiah yang berkatagori sangat baik. Jika dihubungkan dengan kreteria keberhasilan, maka dapat disimpulkan bahwa pencapaian kompetensi kerja ilmiah telah berhasil. Ini ditunjukkan dari adanya tiga aspek kompetensi kerja ilmiah berkatagori baik dan bahkan ada satu aspek yang berkatagori sangat baik, serta tidak ada aspek yang berkatagori cukup, apalagi kurang. Dengan demikian, pada siklus II (kedua) menunjukkan peningkatan kompetensi kerja ilmiah siswa dibandingkan dengan siklus I. 4.1.8 Pemahaman Konsep Siswa pada Siklus II (Kedua) Pembalajaran pada siklus II (kedua) dilakukan untuk materi pokok sistem reproduksi pada tumbuhan. Data hasil belajar siswa, terdiri dari skor pretest, kuis-1, kuis-2, dan postest atau hasil tes akhir pembelajaran dan merupakan akhir dari siklus. Data mengenai rerata, standar deviasi, nilai tertinggi, nilai terendah, ketuntasan belajar siswa (persentase siswa dengan skornya ≥ 60), dan persentase siswa yang skornya ≥ 80, disajikan dalam tabel berikut : Tabel 4.8 Data Pretest, Kuis-1, Kuis-2, dan Postest Pada Siklus II
Berdasarkan data di atas dapat dijelaskan, bahwa ketuntasan belajar (jumlah siswa yang memperoleh skor ≥ 60) ditinjau dari hasil postes, mencapai 94,74%. Sedangkan rerata hasil belajar siswa mencapai 72,24. Demikian pula dengan jumlah siswa yang memperoleh skor ≥ 80, relatif banyak, yaitu sebesar 47,37%. Peningkatan juga terjadi pada perolehan nilai tertinggi dan nilai terendah. Untuk nilai tertinggi mencapai 93, sedangkan nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 40. Hasil ini meningkat jika dibandingkan dengan tes awal, maupun pada akhir siklus I. Berdasarkan hasil analisis, didapatkan rekapitulasi peningkatan point prestasi, sebagai berikut: Tabel 4.9 Rerata Pencapaian Point Prestasi Perkelompok Pada Siklus II (Kedua)
Sedangkan rerata hasil belajar siswa, ditinjau dari hasil kuis-1, kuis-2, dan postes, maka didapatkan table, sebagai berikut: Tabel 4.10 Rerata Pencapaian Point Prestasi Perkelompok Pada Siklus II (Kedua)
Berdasarkan data di atas dapat dijelaskan bahwa kelompok 7 memiliki rerata pencapaian pont prestasi terbaik, yaitu 22,00. Sedangkan kelompok 2 memiliki point prestasi terburuk, yaitu sebesar 13,33. Jika ditinjau dari rerata hasil belajar masing-masing siswa dalam kelompok, ternyata kelompok 8 memiliki rerata hasil belajar terbaik, yaitu mencapai 72,20. Sedangkan kelompok yang memperoleh rerata hasil belajar terburuk adalah kelompok 3. Walaupun rerata hasil belajar kelompok 8 lebih besar dari kelompok 7, tetapi pencapaian poin prestasinya lebih kecil dibandingkan kelompok 7. Ini berarti, dikelompok 8 secara individual lebih baik kemampuan intelektualnya, tetapi secara tim, kelompok 7 lebih baik pencapaian prestasi belajarnya ditinjau dari pencapaian point prestasi. 4.1.9 Pendapat Siswa terhadap Pembelajaran Untuk mendapatkan data tentang pendapat siswa, maka dilakukan penyebaran angket setelah tes akhir pembelajaran pada siklus II. Data tentang pendapat siswa dinyatakan dalam tiga kategori, yaitu setuju (S), ragu-ragu (R), dan tidak setuju (TS). Berdasarkan hasil penyebaran angket tentang pendapat siswa terhadap pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS berbasis gambar, maka didapatkan data seperti disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.11 Rekapitulasi Pendapat Siswa
Berdasarkan data tersebut, dapat dijelaskan, bahwa secara umum siswa memberikan pendapat yang positif terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS berbasis gambar pada pembelajaran Biologi. Ini terlihat dari siswa yang setuju sebanyak 77,98%, ragu-ragu 18,28%, dan hanya 3,74% siswa yang memberikan pendapat tidak setuju. 4.2 Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian didapatkan, bahwa aktivitas belajar siswa akibat penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa berbasis gambar pada siklus I belum berlangsung dengan baik, sehingga masih perlu ditingkatkan. Pada siklus I, siswa yang bertanya maupun yang menjawab pertanyaan masih sedikit dan didominasi oleh siswa yang pintar saja. Berdasarkan hasil observasi, juga ditemukan bahwa baru sekitar 60% dari jumlah siswa yang melakukan tanya jawab antar siswa dalam kelompok. Suasana kelas masih terlihat tegang sehingga hubungan siswa dengan siswa dan siswa dengan guru terkesan kurang akrab. Beberapa umpan balik guru untuk memotivasi siswa bertanya atau menjawab pertanyaan belum mendapatkan tanggapan yang memuaskan. Siswa belum mampu memanfaatkan peran guru sebagai fasilitator dan Aktivitas belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan dibandingkan siklus I. Interaksi belajar siswa sangat dinamis, dimana siswa bekerja dan kerjasama sangat baik dalam kelompok maupun antarkelompok. Jumlah siswa yang berani bertanya meningkat serta mulai ada siswa yang menanggapi pertanyaan dari siswa atau guru. Bahkan ada kecendrungan pertanyaan yang diajukan mengarah kepada kehidupan nyata sehari-hari. Pemanfaatan waktu belajar, terlihat lebih efektif, yang dapat dilihat dari dapat dituntaskannya tugas-tugas, baik berupa pengamatan data, analisis data, maupun diskusi hasil pengamatan dengan baik dan sempurna. Peningkatan kualitas ini terjadi, karena pada siklus I, selalu ditayangkan pencapaian skor tim dan kedudukan suatu tim dari tim lainnya, sesuai dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Kondisi ini, akan mamacu dan memicu siswa dan tim untuk berkompetisi menjadi tim terbaik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Warpala (2006), yang menemukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki efektivitas yang relative sama dengan tipe GI dalam meningkatkan pemahaman siswa. Ini berarti, bahwa dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD, maka pemahaman siswa terhadap materi Biologi meningkat, sehingga berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap sikap, minat, dan motivasi untuk mempelajari Biologi. Namun, efektivitas pemanfaatan waktu masih belum optimal, karena belum ada pembagian tugas yang sesuai dengan kemampuan siswa bersangkutan. Akibatnya, tugas tidak dapat diselesaiakan dengan baik, sehingga anggota kelompok lainnya yang memiliki kemampuan lebih baik terpaksa harus meluangkan waktu untuk memperbaiki tugas tersebut. Ini berarti ada waktu lebih yang harus digunakan, sehingga terkesan kurang mampu memanfaatkan waktu dengan efektif dan efesien. Secara keseluruhan aktivitas pembelajaran berjalan sangat kondusif dan keterlibatan siswa sangat tinggi. Interaksi siswa dalam KBM, keberanian siswa bertanya atau berargumentasi, partisipasi siswa dalam mengerjakan tugas, motivasi, ketekunan, dan antusiasme siswa dalam KBM, kehadiran siswa, keakraban antarsiswa, dan hubungan siswa dengan guru relative baik dan ada peningkatan yang sangat signifikan dibandingkan dengan KBM pada siklus I (pertama). Hal ini terjadi karena beberapa faktor, yaitu 1) siswa telah mempunyai pengalaman mengikuti pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa berbasis gambar pada siklus I sehingga siswa sudah mampu beradaptasi dengan suasana pembelajaran, 2) adanya informasi mengenai penjelasan teknis serta kelemahan-kelemahan siswa dalam mengikuti pembelajaran oleh guru, menyebabkan siswa menerapkan strategi tertentu sebagai bentuk antisipasi, 3) penyampaian hasil belajar siswa baik secara individual maupun kelompok, menimbulkan rasa jengah, untuk berkompetisi dalam memperoleh hasil belajar yang lebih baik, dan 4) pengalaman siswa untuk mengamati gejala Biologi di sekitar sekolah, meningkatkan minat, motivasi, keterampilan berpikir kritis, berpikir kreatif, sehingga pembelajaran Biologi menjadi tanpa beban dan menyenangkan. Berdasarkan data hasil tes awal dapat diinterpretasikan bahwa siswa belum memiliki pengetahuan awal yang baik tentang sistem reproduksi pada manusia. Hal ini terlihat dari rerata skor hasil tes awal yang sangat rendah, yaitu sebesar 34,50. Walaupun mata pelajaran Biologi sudah dikenal sejak SMP, namun karena penerapan strategi pembelajaran yang lebih banyak hafalan mengakibatkan siswa cepat merupakan materi tersebut. Di samping itu, fakta ini juga dapat dijadikan indicator bahwa sebelum pembelajaran di kelas, siswa kurang mempersiapkan diri di rumah dengan membaca terlebih dahulu materi pokok yang akan dibahas di sekolah. Ketidaksiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran sangat besar pengaruhnya terhadap minat, motivasi, dan suasana kelas secara keseluruhan. Kondisi ini menunjukkan bahwa siswa hanya mempelajari materi pokok (bahan kajian), jika sudah pernah dibahas dalam pembelajaran di kelas. Pengetahuan awal siswa yang rendah merupakan salah satu faktor yang menentukan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dengan demikian pengetahuan awal merupakan informasi sebagai bahan refleksi bagi guru untuk merencanakan strategi pembelajaran. Hal ini karena salah satu indikator kualitas proses pembelajaran adalah mengaitkan pengetahuan awal yang dimiliki siswa dengan bahan kajian yang akan dibahas (Depdiknas, 2002). Dengan demikian, hasil tes awal sesungguhnya merupakan salah satu pertimbangan untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran. Oleh karena pengetahuan awal siswa masih rendah maka perlu direncanakan pembelajaran yang mampu memvisualisasi sesuatu yang tidak dapat dilihat dengan langsung, seperti organ-organ dalam pada sistem reproduksi manusia kepada siswa. Salah satu diantaranya adalah dengan merencanakan dan merancang lembar kerja siswa berbasis gambar. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Edgar Dale bahwa pengalaman belajar yang paling tinggi tingkatannya adalah pengalaman belajar konkret. Sedangkan yang paling rendah adalah pengalaman belajar abstrak (Ali, 2000: 89). Dengan penerapan lembar kerja siswa berbasis gambar, maka pembelajaran menjadi lebih konkrit, aplikatif, dan kontekstual. Hasil belajar siswa pada siklus I belum memuaskan serta belum mencapai batas ketuntasan yang telah ditetapkan. Rerata skor hasil belajar siswa pada siklus I (skor posttest) sebesar 60,53. Dimana, ketuntasan belajar (jumlah siswa yang memperoleh skor ≥ 60) sebanyak 52,63%. Data ini secara klasikal, tergolong belum mencapai ketuntasan. Sedangkan jumlah siswa dengan perolehan skor ≥ 80 hanya sebanyak 2,63%. Pencapaian pint prestasi, juga tergolong kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya kecendrungan penurunan perolehan point, mulai dari perhitungan point-1, point-2, dan point-3. Ini berarti, upaya peningkatan pencapaian point prestasi melalui pencapaian skor setuap tes belum memuaskan. Terdapat kecendrungan siswa yang pintar mendapat nilai yang tinggi, sedangkan anggota kelompoknya sangat rendah, akibatnya menurunkan point prestasi yang diperoleh kelompoknya. Hal ini terjadi karena siswa belum mampu beradaptasi dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dimana siswa berkemampuan tinggi memegang peranan penting sebagai tutor sebaya di dalam kelompoknya untuk memperoleh prestasi kelompok yang baik. Kelemahan tersebut dijadikan bahan refleksi baik oleh guru maupun siswa dalam melaksanakan KBM pada siklus II. Hasil belajar pada siklus II menunjukkan bahwa rerata skor posttest mencapai 74,24. Dengan ketuntasan belajar mencapai 94,74% (lebih tinggi dari batas ketuntasan klasikal, yaitu 75%). Sedangkan jumlah siswa dengan skor ≥ 80 sebanyak 47,37%. Secara umum, kreteria keberhasilan yang telah ditetapkan, telah tercapai dengan baik. Dilihat dari kecendrungan pencapaian point prestasi, ternyata lebih baik dibandingkan Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa berbasis gambar dalam pembelajaran Biologi, secara umum direspon positif oleh siswa. Hal ini dapat dilihat dari pendapat siswa terhadap penerapan model pembelajaran yang dikembangkan, dimana 77,98% siswa menyatakan setujua, 18,28% ragu-ragu, dan hanya 3,7% siswa menyatakan tidak setuju. Ini berarti, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS berbasis gambar signifikan meningkatkan minat, motivasi belajar, dan sikap siswa terhadap mata pelajaran Biologi. Siswa cukup tertarik dengan strategi baru yang digunakan dalam pembelajaran yang terlihat dari kesungguhan siswa mengikut pembelajaran. Belajar akan snagat efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan, kesungguhan, dan motivasi. Kesungguhan ini terlihat dari kehadiran siswa mengikuti pembelajaran dan tepat waktu berada di dalam kelas. Motivasi siswa dalam pembelajaran tidak terlepas dari penerapan model pembelajaran yang dikembangkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Jordan E Ayan (2002) yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran, cara dan Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa berbasis gambar juga dapat mengoptimalkan pengalaman belajar, seperti pengalaman mengamati, mencatat data, dan melakukan penelitian. Keadaan ini mendorong aksi dan refleksi pada siswa, untuk segera tanggap dengan situasi pembelajaran yang baru. Pembelajaran yang melibatkan seluruh indera akan lebih bermakna dibandingkan dengan satu indera saja (Dryden dan Jeannette V., 2002). Pada pembelajaran tanpa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa berbasis gambar, aktivitas seperti itu tidak dapat ditemukan, sehingga pengalaman belajar siswa kurang mendukung terhadap kualitas proses dan hasil belajar siswa. Kualitas proses belajar dapat dilihat dari aktivitas siswa mengikuti pembelajaran. Dari konteks hasil belajar, ternyata penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu meningkatkan pemahaman konsep Biologi siswa. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan pemahaman konsep siswa dari siklus I ke siklus II. Hasil ini sesuai dengan penelitian Warpala (2006), yang menemukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki efektivitas yang relative sama dengan tipe GI dalam meningkatkan pemahaman siswa. Disamping itu melalui penerapan model pembelajaran tersebut akan mendorong siswa untuk bekerja dan bekerjasama serta berkomunikasi. Ini berarti ada upaya untuk menumbuhkembangkan keterampilan social di kalangan siswa. Dengan demikian penerapan pembelajaran kooperatif memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku siswa. Beberapa efek tersebut, diantaranya, bertumbuh kembangnya perilaku bekerjasama (effects on cooperative behavior), efek menghargai adanya perbedaan (effects on tolerance for diversity), dan efek peningkatan prestasi akademik (effects on academic achievement) (Arends, 2004: 359-360). BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan: a. Pembelajaran Biologi dengan penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis Gambar dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa; b. Pembelajaran Biologi dengan penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis Gambar dapat meningkatkan kompetensi kerja ilmiah siswa; c. Pembelajaran Biologi dengan penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis Gambar dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa; d. Sebagian besar siswa memberikan pendapat yang positif terhadap penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis Gambar. 5.2 Saran-Saran a. Pembelajaran Biologi dengan penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis Gambar dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, kompetensi kerja ilmiah, dan pemahaman konsep siswa sehingga disarankan agar guru-guru dapat menerapkannya sesuai dengan situasi dan kondisi sekolahnya; b. Dalam merancang pembelajaran Biologi dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa Berbasis Gambar disarankan agar materi, alat, dan bahan yang dijadikan sebagai pendukung KBM faktual, aktual mudah didapat, murah, dan ada di lingkungan siswa atau sekolah sehingga pembelajaran menjadi konkrit, aplikatif, dan kontekstual. c. Disarankan kepada guru-guru pada umumnya, dan guru sains khususnya, agar terus melakukan inovasi model pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. DAFTAR PUSTAKA
|
Penelitian Tindakan Kelas merupakan upaya untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Pembelajaran. Meningaktan Kemampuan Mengimplementasikan PTK adalah salah satu langkah nyata Meningkatkan Kompetensi Profesional Pendidik.